Sabtu, 24 Agustus 2013

ta'aruf


Pengertian Ta'aruf dalam Agama Islam 

1. Apakah defenisi dari Ta'aruf ?
Taaruf adalah kegiatan bersilaturahmi, kalau pada masa ini kita bilang berkenalan bertatap muka, atau main/bertamu ke rumah seseorang dengan tujuan berkenalan dengan penghuninya. Bisa juga dikatakan bahwa tujuan dari berkenalan tersebut adalah untuk mencari jodoh. Taaruf bisa juga dilakukan jika kedua belah pihak keluarga setuju dan tinggal menunggu keputusan anak untuk bersedia atau tidak untuk dilanjutkan ke jenjang khitbah - taaruf dengan mempertemukan yang hendak dijodohkan dengan maksud agar saling mengenal.


http://ichaawe.files.wordpress.com/2012/03/taaruf1.jpg

Sebagai sarana yang objektif dalam melakukan pengenalan dan pendekatan, taaruf sangat berbeda dengan pacaran. Taaruf secara syar`i memang diperintahkan oleh Rasulullah SAW bagi pasangan yang ingin nikah. Perbedaan hakiki antara pacaran dengan ta’aruf adalah dari segi tujuan dan manfaat. Jika tujuan pacaran lebih kepada kenikmatan sesaat, zina, dan maksiat. Taaruf jelas sekali tujuannya yaitu untuk mengetahui kriteria calon pasangan.

2. Apakah Perbedaan Pacaran dan Ta'aruf ?
Dalam pacaran, mengenal dan mengetahui hal-hal tertentu calon pasangan dilakukan dengan cara yang sama sekali tidak memenuhi kriteria sebuah pengenalan. Ibarat seorang yang ingin membeli motor second, tapi tidak melakukan pemeriksaan, dia cuma memegang atau mengelus motor itu tanpa pernah tahu kondisi mesinnya. Bahkan dia tidak menyalakan mesin atau membuka kap mesinnya. Bagaimana mungkin dia bisa tahu kelemahan dan kelebihan motor itu.

Sedangkan taaruf adalah seperti seorang montir motor yang ahli memeriksa mesin, sistem kemudi, sistem rem, sistem lampu dan elektrik, roda dan sebagainya. Bila ternyata cocok, maka barulah dia melakukan tawar-menawar. Ketika melakukan taaruf, seseorang baik pihak pria atau wanita berhak untuk bertanya yang mendetil, seperti tentang penyakit, kebiasaan buruk dan baik, sifat dan lainnya. Kedua belah pihak harus jujur dalam menyampaikannya. Karena bila tidak jujur, bisa berakibat fatal nantinya. Namun secara teknis, untuk melakukan pengecekan, calon pembeli tidak pernah boleh untuk membawa pergi motor itu sendiri.

3. Ada Suatu Pertanyaan Seperti ini ?
a. Bagaimana hukum berkunjung ke rumah akhwat (wanita) yang hendak dinikahi dengan tujuan untuk saling mengenal karakter dan sifat masing-masing?

أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ ..

“Katakan kepada kaum mukminin hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka –hingga firman-Nya- Dan katakan pula kepada kaum mukminat hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka .”
Dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma dia berkata:

سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظْرِ الْفَجْأَةِ؟ فَقَالَ: اصْرِفْ بَصَرَكَ

“Aku berta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yg tiba-tiba ? mk beliau bersabda: ‘Palingkan pandanganmu’.”

Adapun suara dan ucapan wanita pada asal bukanlah aurat yg terlarang. Namun tdk boleh bagi seorang wanita bersuara dan berbicara lbh dari tuntutan hajat dan tdk boleh melembutkan suara. Demikian juga dgn isi pembicaraan tdk boleh berupa perkara-perkara yg membangkitkan syahwat dan mengundang fitnah. Karena bila demikian mk suara dan ucapan menjadi aurat dan fitnah yg terlarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوْفًا

“Maka janganlah kalian berbicara dgn suara yg lembut sehingga lelaki yg memiliki penyakit dlm kalbu menjadi tergoda dan ucapkanlah perkataan yg ma’ruf .”

Adalah para wanita datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di sekitar beliau hadir para shahabat lalu wanita itu berbicara kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepentingan dan para shahabat ikut mendengarkan. Tapi mereka tdk berbicara lbh dari tuntutan hajat dan tanpa melembutkan suara.

4. Proses Ta'aruf
Lalu bagaimana proses taaruf yang syar’i sehingga menuju pernikahan yang barokah? Yang pertama yaitu tidak boleh menunggu, misalnya jarak antara taaruf dengan pernikahan selama satu tahun. Si akhawat diminta menunggu selama satu tahun karena ikhwannya harus bekerja terlebih dahulu atau harus menyelesaikan kuliah dulu. Hal ini jelas mendzolimi akhawat karena harus menunggu, dan juga apa ada jaminan bahwa saat proses menunggu itu tidak ada setan yang mengganggu?? Yang kedua adalah tidak boleh malu-malu, jadi kalau memang sudah siap untuk menikah sebaiknya segera untuk mengajukan diri untuk bertaaruf. Apabila malu-malu maka ya gak jadi-jadi prosesnya, nah jadi repot sendiri kita. Kemudian yang ketiga dapat melalui jalur mana saja. Maksudnya adalah kita bisa meminta bantuan siapa saja untuk mencarikan calon pendamping kita, mulai dari orang tua, murobbi, saudara, kawan atau orang-orang yang dapat kita percaya.

Etika selama bertaaruf yaitu jangan terburu-buru menjatuhkan cinta. Misalnya ketika kita mendapatkan satu biodata calon pasangan tanpa mengenal lebih dalam, tiba-tiba sudah yakin dengan pilihan itu. Alangkah baiknya jika mengenal lebih dalam mulai dari kepribadian, fisik, dan juga latar belakang keluarganya, sehingga nanti tidak seperti membeli kucing dalam karung. Akan tetapi tidak terburu-buru dalam menjatuhkan cita itu juga tidak boleh terlalu lama dan bertele-tele. Sebaiknya menanyakan hal yang penting dan to the point. Hal ini juga untuk menghindari godaan setan yang lebih dahyat lagi. Proses taaruf dikatakan selesai jika sudah mendapatan tiga hal yaitu
1. Tentang budaya keluarga,
2. proyeksi masa depan dan ketiga visi hidup dari masing masing.

Nah jika ketiga hal ini sudak didapatkan maka proses taaruf selesai, dan berlanjut ke tingkat berikutnya apakan dilanjutkan atau tidak. Jika iya maka segera untuk ditindak lajuti bersama dengan pihak keluarga kedua belah pihak kalau istilah jawanya “rembug tuwo”. Dan ingat pada saat proses menunggu datangnya hari bahagia itu godaan setan akan bertumpuk-tumpuk, akan ada saja yang menggoda kita melalui berbagai macam hal. Jadi untuk menghindari itu perbanyak dzikir mengingat Allah, dan memperbaiki hubungan dengan Allah. Karena dengan itu maka Allah akan senantiasa melindungi hati kita, pikiran kita dan tindakan kita dari hal-hal yang dilarang.

Dengan demikian jelaslah bahwa pacaran bukanlah alternatif yang ditolerir dalam Islam untuk mencari dan memilih pasangan hidup. Menjadi jelas pula bahwa tidak boleh mengungkapkan perasaan sayang atau cinta kepada calon istri selama belum resmi menjadi istri. Baik ungkapan itu secara langsung atau lewat telepon, ataupun melalui surat. Karena saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adalah hubungan asmara yang mengandung makna pacaran yang akan menyeret ke dalam fitnah. Demikian pula halnya berkunjung ke rumah calon istri atau wanita yang ingin dilamar dan bergaul dengannya dalam rangka saling mengenal karakter dan sifat masing-masing, karena perbuatan seperti ini juga mengandung makna pacaran yang akan menyeret ke dalam fitnah. Wallahul musta’an (Allah-lah tempat meminta pertolongan).

Adapun cara yang ditunjukkan oleh syariat untuk mengenal wanita yang hendak dilamar adalah dengan mencari keterangan tentang yang bersangkutan melalui seseorang yang mengenalnya, baik tentang biografi (riwayat hidup), karakter, sifat, atau hal lainnya yang dibutuhkan untuk diketahui demi maslahat pernikahan. Bisa pula dengan cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti istri teman atau yang lainnya. Dan pihak yang dimintai keterangan berkewajiban untuk menjawab seobyektif mungkin, meskipun harus membuka aib wanita tersebut karena ini bukan termasuk dalam kategori ghibah yang tercela. Hal ini termasuk dari enam perkara yang dikecualikan dari ghibah, meskipun menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebaliknya dengan pihak wanita yang berkepentingan untuk mengenal lelaki yang berhasrat untuk meminangnya, dapat menempuh cara yang sama.

Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits Fathimah bintu Qais ketika dilamar oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm, lalu dia minta nasehat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau bersabda:

“Adapun Abu Jahm, maka dia adalah lelaki yang tidak pernah meletakkan tongkatnya dari pundaknya . Adapun Mu’awiyah, dia adalah lelaki miskin yang tidak memiliki harta. Menikahlah dengan Usamah bin Zaid.” (HR. Muslim)

Para ulama juga menyatakan bolehnya berbicara secara langsung dengan calon istri yang dilamar sesuai dengan tuntunan hajat dan maslahat. Akan tetapi tentunya tanpa khalwat dan dari balik hijab. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (130-129/5 cetakan Darul Atsar) berkata: “Bolehnya berbicara dengan calon istri yang dilamar wajib dibatasi dengan syarat tidak membangkitkan syahwat atau tanpa disertai dengan menikmati percakapan tersebut. Jika hal itu terjadi maka hukumnya haram, karena setiap orang wajib menghindar dan menjauh dari fitnah.”

Perkara ini diistilahkan dengan ta’aruf. Adapun terkait dengan hal-hal yang lebih spesifik yaitu organ tubuh, maka cara yang diajarkan adalah dengan melakukan nazhor, yaitu melihat wanita yang hendak dilamar. Nazhor memiliki aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan yang membutuhkan pembahasan khusus .

Wallahu a’lam.

Sabtu, 03 Agustus 2013

ahlak dan budi pekerti

AKHLAQ / BUDI PEKERTI

ﻣﻦﻟﻴﺲﺍﻷﺩﺏ ﻓﻬﻮ ﻛﺎﻟﺬﺑّﺐ
Barangsiapa tidak beradab maka ia bagaikan lalat.

من كان يؤمن بالله واليوم الأخر فاليقل خيرا أو ليصمت
Barangsiapa iman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang bagus atau diam.

إياك والحسد فإن الحسد يأكل العمل كما يأكل النار الحطب
Takutlah dirimu dari perbuatan dengki, karena sesungguhnya perbuatan hasut itu memakan amal baik, sebagaimana api memakan kayu bakar.

مراعة الأدب خير من إمتثال الأمر
Menjaga adab lebih baik daripada melaksanakan perintah.

ﻻ ﺗﻄﺎﻟﺐ ﺭﺑﻚّ ﺑﺘﺄخر ﻣﻄﻠﺒﻚ ﻭﻟﻜﻦ ﻃﺎﻟﺐ ﻧﻔﺴﻚ ﺑﺘﺄخر ﺃﺩﺑﻚ
Janganlah kamu menuntut tuhanmu karena permohonan kamu belum dikabulkan, tetapi tuntutlah dirimu / koreksilah dirimu sebab dirimu tiada beradab kepada-Nya.

إذﺍ ساء فعل المرء ساء ظنونه * فأصبح منه ما يعتاده من توهم
Seseorang bila buruk perbuatannya, maka buruklah dugaannya dan sesuatu yang menjadi kebiasaan akan menjadi pula untuk dugaan.

ﺗﺴﺘﻮﻓﻚ ﺍﻟﻰ ﻣﺎ ﺑﻄﻦ ﻓﻴﻚ ﻣﻦ ﺍﻟﻐﻴﻮﺏ ﺧﻴﺮ ﻣﻦ ﺗﺴﺘﻮﻓﻚ ﺍﻟﻰ ﻣﺎ ﺣﺠﺐ ﻋﻨﻚ
Keinginan untuk mengetahui cacat yang ada pada dirimu itu lebih baik dari pada keinginan untuk mengetahui sesuatu yang ada diluar kamu (alam gaib).

ﻻﻛﻨﺰ ﺍﻧﻔﻊ ﻣﻦ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻭﻻ ﺷﺮﻑ ّﺍﻋﺰ ﻣﻦ ﺍلحلم
Tidak ada gudang yang paling bermanfaat dari pada gudangnya ilmu dan tidak ada kemulyaan yang paling mulia daripada kemuliaan bermurah hati.

ﻻﻳﺴﺘﻮﻯ ﺍﻟﺤﺴﻨﺔ ﻭﻻ ﺍﻟﺴﻴﺌﺔ ﺃﺩﻓﻊ ﺑﺎﻟﺘﻰ ﻫﻲ ﺃﺣﺴﻦ
Tidak akan sama kebaikan dengan keburukan, bertobatlah…! Hentikanlah keburukan itu dengan cara yang sebaik-baiknya.

ﺇﺗﻖّ ّﺷﺮ ﻣﻦ ﺍﺣﺴﻨﺖ ﺍﻟﻴﻪ ّﻭﺷﺮ ﻣﻦ ﻳﺤﺴﻦ ﺍﻟﻴﻚ
Berhati-hatilah akan kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang yang kamu perbuat baik kepadanya dan berhati-hatilah akan kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berbuat baik kepadamu.

ﺍﻟﻌﺎﺭﻓﻮﻥ ﺇﺫﺍ ﺑﺴﻄﻮﺍ ﺍﺧﻮﻑ ﻣﻨﻬﻢ ﺇﺫﺍ ﻗﺒﻀﻮﺍ ﻭﻻ يقف ﻋﻠﻰ ﺣﺪﻭﺩ ﺍﻷﺩﺏ ّﻓﻰ ﺍﻟﺒﺴﻂ ﺇﻻ ﻗﻠﻴﻞ
Orang-orang yang arif apabila diberi kelapangan oleh Allah maka hatinya lebih takut kepada Allah daripada ketika diberikan kesempitan, karena sedikit sekali orang yang bisa menjaga adabnya kepada Allah dikala mendapat kelapangan.

ﻋﺎﻋﺸﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪﻋﻨﻬﺎ ﻗﺎﻟﺖ : ﻛﺎن ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰّ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢّ ﻳﻌﺠﺒﻪ ﺍﻟﻴﻤﻦ ﻓﻰ ﻧﻌﻠﻪ ﻭﺗﺮﺣﻠﻪ ﻭﻇﻬﻮﺭﻩ ﻭﻓﻰﺳﺄﻧﻪ ﻛﻠﻪّ (ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ)
Aisyah r.a. berkata: “bahwasanya rasulullah SAW bangga dengan tayamun (mendahulukan anggota / sisi kanan), didalam bersandal, bersisir, bersuci dan seluruh pekerjaan yang dianggap baik baginya.”

ﺍﻟﻮﺍﺻﻞ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦﺍﻟﻤﻮﺻﻞ
Orang yang menyambung lebih utama dari yang disambung.

ﺍﻟﺨﺎﺩﻡﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﺨﺪﻭﻡ
Pelayan lebih utama dari yang dilayani.

ﻟﻮﻛﺎﻥ ﺍصبع ﺍﺣﺪﻛﻢ ﻣﻦ ﺫﻫﺐ ّﻇﻞ يبشر بها ولو كان شلل ظل يواربها
Andai salah satu diantara kamu mempunyai jemari emas, tentu akan selalu menunjuk dengan jemari itu, dan andai ia mempunyai cacat tentu ia akan selalu menyembunyikan.

ما لشأن وجود الطالب إنما الشأن ان ترزق حسن الأدب
Tiada penting bagimu untuk
meminta-minta tapi yang penting bagimu apbila kamu diberi rizki berupa bagus budi pekertinya.

قال الإمام الشاذلى رضى الله عنه: لا تحتر ما تحتار ولكنما إحتر ما تحتار
Imam As-syadzili berkata: janganlah kau pilih sesuatu yang menjadi pilihanmu akan tetapi pilihlah sesuatu yang dipilihkan untukmu.

وما ينفع الفتيان حسن وجوههم * إذا كانت الأخلاقه غير حسن
keelokan wajah tidak akan berguna (memberikan manfaat) pada seorang pemuda, apabila akhlaqnya (budi pekertinya) buruk.

لا تنظرن لا ثواب على أحد * إن رمت تعرفه فانظر إلى الأدب
Sungguh jangan kau lihat seseorang dari busana yang dipakainya, apabila kamu ingin tahu siapa dia, maka lihatlah budi pekertinya.

ما وصل أولياء الله تعالى إلى ما وصلوا بكثرة الأعمال، وانما وصلوا بالأدب وحسن الخلق
Para wali (kekasih-kekasih Allah) tidak memperoleh apa yang mereka peroleh sebab banyaknya amal, akan tetapi mereka memperoleh apa yang diperolehnya sebab adab dan budi pekerti

rahasia shalat lima waktu

Rahasia Sholat 5 Waktu
(Sayyidina ali karomallahu wajhah)


Ali bin Abi Talib r.a. berkata, “Sewaktu Rasullullah SAW duduk bersama para sahabat Muhajirin dan Ansar, maka dengan tiba-tiba datanglah satu rombongan orang-orang Yahudi lalu berkata, ‘Ya Muhammad, kami hendak bertanya kepada kamu kalimat-kalimat yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa A.S. yang tidak diberikan kecuali kepada para Nabi utusan Allah atau malaikat muqarrab.’

Lalu Rasullullah SAW bersabda, ‘Silahkan bertanya.’

Berkata orang Yahudi, ‘Coba terangkan kepada kami tentang 5 waktu yang diwajibkan oleh Allah ke atas umatmu.’
Sabda Rasullullah saw, ‘Shalat Zuhur jika tergelincir matahari, maka bertasbihlah segala sesuatu kepada Tuhannya. Shalat Asar itu ialah saat ketika Nabi Adam a.s. memakan buah khuldi. Shalat Maghrib itu adalah saat Allah menerima taubat Nabi Adam a.s. Maka setiap mukmin yang bershalat Maghrib dengan ikhlas dan kemudian dia berdoa meminta sesuatu pada Allah maka pasti Allah akan mengkabulkan permintaannya. Shalat Isyak itu ialah shalat yang dikerjakan oleh para Rasul sebelumku. Shalat Subuh adalah sebelum terbit matahari. Ini kerana apabila matahari terbit, terbitnya di antara dua tanduk syaitan dan di situ sujudnya setiap orang kafir.’

Setelah orang Yahudi mendengar penjelasan dari Rasullullah saw, lalu mereka berkata, ‘Memang benar apa yang kamu katakan itu Muhammad. Katakanlah kepada kami apakah pahala yang akan diperoleh oleh orang yang shalat.’
Rasullullah SAW bersabda, ‘Jagalah waktu-waktu shalat terutama shalat yang pertengahan.Shalat Zuhur, pada saat itu nyalanya neraka Jahanam. Orang-orang mukmin yang mengerjakan shalat pada ketika itu akan diharamkan ke atasnya uap api neraka Jahanam pada hari Kiamat.’

Sabda Rasullullah saw lagi, ‘Manakala shalat Asar, adalah saat di mana Nabi Adam a.s. memakan buah khuldi. Orang-orang mukmin yang mengerjakan shalat Asar akan diampunkan dosanya seperti bayi yang baru lahir.’

Selepas itu Rasullullah saw membaca ayat yang bermaksud, ‘Jagalah waktu-waktu shalat terutama sekali shalat yang pertengahan. Shalat Maghrib itu adalah saat di mana taubat Nabi Adam a.s. diterima. Seorang mukmin yang ikhlas mengerjakan shalat Maghrib kemudian meminta sesuatu daripada Allah, maka Allah akan perkenankan.’

Sabda Rasullullah saw, ‘Shalat Isya’ (atamah). Katakan kubur itu adalah sangat gelap dan begitu juga pada hari Kiamat, maka seorang mukmin yang berjalan dalam malam yang gelap untuk pergi menunaikan shalat Isyak berjamaah, Allah S.W.T haramkan dirinya daripada terkena nyala api neraka dan diberikan kepadanya cahaya untuk menyeberangi Titian Sirath.’

Sabda Rasullullah saw seterusnya, ‘Shalat Subuh pula, seseorang mukmin yang mengerjakan shalat Subuh selama 40 hari secara berjamaah, diberikan kepadanya oleh Allah S.W.T dua kebebasan yaitu:
1. Dibebaskan daripada api neraka.
2. Dibebaskan dari nifaq.

Setelah orang Yahudi mendengar penjelasan daripada Rasullullah saw, maka mereka berkata, ‘Memang benarlah apa yang kamu katakan itu wahai Muhammad (saw). Kini katakan pula kepada kami semua, kenapakah Allah S.W.T mewajibkan puasa 30 hari ke atas umatmu?’
Sabda Rasullullah saw, ‘Ketika Nabi Adam memakan buah pohon khuldi yang dilarang, lalu makanan itu tersangkut dalam perut Nabi Adam a.s. selama 30 hari. Kemudian Allah S.W.T mewajibkan ke atas keturunan Adam a.s. berlapar selama 30 hari.

Sementara diizin makan di waktu malam itu adalah sebagai kurnia Allah S.W.T kepada makhluk-Nya.’

Kata orang Yahudi lagi, ‘Wahai Muhammad, memang benarlah apa yang kamu katakan itu. Kini terangkan kepada kami mengenai ganjaran pahala yang diperolehi daripada berpuasa itu.’
Sabda Rasullullah saw, ‘Seorang hamba yang berpuasa dalam bulan Ramadhan dengan ikhlas kepada Allah S.W.T, dia akan diberikan oleh Allah S.W.T 7 perkara:

1. Akan dicairkan daging haram yang tumbuh dari badannya (daging yang tumbuh daripada makanan yang haram).
2. Rahmat Allah sentiasa dekat dengannya.
3. Diberi oleh Allah sebaik-baik amal.
4. Dijauhkan daripada merasa lapar dan dahaga.
5. Diringankan baginya siksa kubur (siksa yang amat mengerikan).
6. Diberikan cahaya oleh Allah S.W.T pada hari Kiamat untuk menyeberang Titian Sirath.
7. Allah S.W.T akan memberinya kemudian di syurga.’

Kata orang Yahudi, ‘Benar apa yang kamu katakan itu Muhammad. Katakan kepada kami kelebihanmu di antara semua para nabi.’
Sabda Rasullullah saw, ‘Seorang nabi menggunakan doa mustajabnya untuk membinasakan umatnya, tetapi saya tetap menyimpankan doa saya (untuk saya gunakan memberi syafaat kepada umat saya di hari kiamat).’

Kata orang Yahudi, ‘Benar apa yang kamu katakan itu Muhammad. Kini kami mengakui dengan ucapan Asyhadu Alla illaha illallah, wa annaka Rasulullah (kami percaya bahawa tiada Tuhan melainkan Allah dan engkau utusan Allah).’

Sedikit peringatan untuk kita semua: “Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Surah Al-Baqarah: ayat 155)

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (Surah Al-Baqarah: ayat 286)

Jumat, 02 Agustus 2013

setiap langkahmu adalah menuju kuburan

SETIAP LANGKAHMU ADALAH MENUJU KUBUR

“Wahai orang yang terpenjara di dalam penjara hawa nafsu.

Wahai hamba makhluk! Wahai orang yang tidak mengetahui akibat urusannya, orang-orang yang tidak mengetahui tentang makhluk dan Allah, serta tak tahu apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Jika engkau tidak berakal, maka jadilah orang yang berakal dengan mengingat kematian. Karena, mengingatnya merupakan kunci segala kebaikan dan keselamatan.

Jika engkau mengingat mati, maka hal-hal yang tidak berguna akan terputus darimu. Jika ketamakanmu melemah dan cita-citamu berkurang, engkau akan kembali dan menyerahkan urusan-urusanmu seluruhnya kepada Allah Azza wa Jalla.

Wahai anak muda! Tidak ada keberuntungan bagimu hingga engkau mengetahui nikmat-nikmat-Nya, dan nikmat-nikmat-Nya itu menenggelamkanmu dalam tauhid, kemudian engkau fana dalam tauhid itu dari memandang kepada selain-Nya.

Maka, bagaimana Allah akan mencintai orang yang mengeluhkan-Nya, membantah dan melawan-Nya?

Cinta, kerinduan dan kedekatan kepada-Nya itu tidak akan teguh bersama hal ini. Jika cinta itu benar, maka tidak ada rasa sakit ketika takdir itu datang. Jika cinta itu berkuasa, akan hilang penentangan dan tuduhan.

Setiap langkahmu adalah menuju kuburan. Engkau sedang melakukan perjalanan ke alam kubur!”

--Ceramah Syekh Abdul Qadir A-Jailani, Jumat pagi di Madrasah, 12 Dzulhijjah 545 H. Dikutip dari kitab Al-Fath Ar-Rabbani wa Al-Faidh Ar-Rahmani.

pengertian ilmu hikmah dan tasawuh

PENGERTIAN TASAWWUF DAN ILMU HIKMAH

1. PENGERTIAN ILMU HIKMAH

Ilmu hikmah adalah sebuah ilmu kebatinan dengan metode zikir dan doa, adakalanya juga dengan mantra berbahasa Arab atau campuran tetapi tidak bertentangan dengan akidah dan syari'at Islam, ditujukan untuk urusan duniawi seperti kekebalan, pangkat, karir, perjodohan, pengasihan dan lain-lain

2. PENGERTIAN TASAWUF

Yaitu bersungguh-sungguh (dalam berbuat baik) dan meninggalkan sifat-sifat tercela.
(Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 7).

Aslinya Tasawuf (yiatu jalan tasawuf) adalah tekun beribadah, berhubungan langsung kepada ALLAH, menjauhi diri dari kemewahan dan hiasan duniawi, Zuhud (tidak suka) pada kelezatan, harta dan pangkat yang diburu banyak orang, dan menyendiri dari makhluk di dalam kholwat untuk beribadah.
(Lihat kitab Zhuhrul Islam IV-Halaman 151)

Adapun batasan tasawuf adalah : Maka berkata Junaed : yaitu bahwa kebenaran mematikanu dari dirimu dan kebenaran tersebut menghidupkanmu dengan kebenaran tersebut. Dan ia berkata juga : Adalah kamu bersama ALLAH tanpa ketergantungan. Dan dikatakan : Masuk pada segala ciptaan yang mulya dan keluar dari segala ciptaan yang hina. Dan dikatakan : Yaitu akhlak mulia yang tampak pada zaman yang mulia beserta kaum yang mulia. Dan dikatakan : Bahwa kamu tidak memiliki sesuatu dan sesuatu itu tidak memiliki kamu.
Dan dikatakan : Tasawuf itu dibangun atas 3 macam :
(1) Berpegang dengan kefakiran dan menjadi fakir
(2) kenyataan berkorban dan mementingkan orang lain
(3) Meninggalkan mengatur dan memilih.
(Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 4).

3. TATA CARA MENGUASAI ILMU HIKMAH

Dengan puasa, zikir/wirid, amalan, doa, membaca ayat-ayat Qur'an, dengan mantra, sya'ir-syair yang dibuat para Ulama Hikmah atau yang didapat dari ilham para Ulama Hikmah atau dari ilham Ahli Tasawuf dan lain-lain

4. TATA CARA MENGUASAI TASAWUF

Maka wajiblah beramal dengan Islam, Maka tidak ada tasawuf kecuali dengan fiqih, karena kau tidak mengetahui hukum-hukum ALLAH Ta'ala yang lahir kecuali dengan fiqih. Dan tidak ada fiqih kecuali dengan tasawuf, karena tidak ada amal dengan kebenaran pengarahan (kecuali dengan tasawuf). Dan juga tidak ada tasawuf dan fiqih kecuali dengan Iman, karena tidaklah sah salah satu dari keduanya (fiqih dan tasawuf) tanpa iman. Maka wajiblah mengumpulkan ketiganya (iman, fiqih, tasawuf) .
(Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 5).

Imam Malik berkata : Barangsiapa bertasawwuf tapi tidak berfiqih maka dia telah kafir zindiq (pura-pura beriman), dan barangsiapa yang berfiqih tapi tidak bertasawuf maka dia telah fasik (berdosa) dan barangsiapa yang mengumpulkan keduanya (fiqh dan tasawwuf) maka dia telah benar.
(Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 6).

Jadi Tasawwuf itu harus melalui Iman (akidah), Islam (syari'ah) dan Ihsan (Hakikat). Atau amal Syari'ah, Thoriqoh dan Hakikah. Maka Syari'ah adalah menyembah ALLAH, Thoriqoh adalah menuju ALLAH, dan Hakikah adalah menyaksikan ALLAH. Atau Syari'ah itu untuk memperbaiki lahiriah, Thoriqoh untuk memperbaiki bathiniah (hati), dan Hakikah untuk memperbaiki Sir (Rahasia diri).
Memperbaki anggota tubuh dengan 3 perkata : Taubat, Taqwa dan Istiqomah. Dan memperbaiki hati dengan 3 perkara : Ikhlas, jujur dan tenang. Dan memperbaiki Sir (Rahasia Diri) dengan 3 perkara : Muroqobah (saling mengawasi antara diri dan ALLAH), Musyahadah (saling menyaksikan antara diri dan ALLAH), dan Ma'rifah (Mengenal ALLAH secara mutlak dan jelas).
(Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 11).

Harus melalui Ikhlas tingkat tertinggi (Khowwasul Khowwash). Dan ikhlas itu ada 3 derajat :
(1) Derajat Awam (umumnya manusia)
(2) Khowwash
(3) Khowwasul Khowwash.

Maka (1) ikhlasnya orang awam yaitu mengeluarkan makhluk dari beribadah kepada ALLAH beserta mencari bagian-bagian dunia dan akhirat. seperti menjaga badan, harta, keluasan rizki, perdagangan dan yang indah dipandang

(2) Ikhlasnya Khowwash adalah mencari bagian akhirat tanpa mencari bagian dunia.

(3) Dan ikhlasnya Khowwashul Khowwash adalah mengeluarkan bagian-bagian semuanya (dunia dan akhirat). Maka ibadah mereka adalah sebenar-benar penyembahan, dan melaksanakan tugas-tugas dari ALLAH, atau cinta dan rindu melihat-Nya. Sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Faridh: "Bukanlah permintaanku berupa surga jannatun na'im, hanya saja aku mencintai surga untuk melihat-Mu.
(Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 31-32).

5 TUJUAN HIKMAH
Tujuannya masalah duniawi seperti kekebalan, kesaktian, pengasihan, jodoh, ramalan, pengobatan, kerejekian dan lain-lain

6 TUJUAN TASAWWUF
Tujuannya adalah Ma'rifatullah (mengenal ALLAH secara mutlak dan lebih jelas)

7 KEKUATAN LUAR BIASA

Kekuatan luar biasa ilmu hikmah termasuk kekuatan luar biasa Hissiah (panca idnera/­­­lahiriah) seperti berjalan di atas air, terbang di udara, melipat bumi, menimbulkan air, menarik makanan, tampaknya kegaiban dan lain-lain. Dan kekuatan luar biasa ahli tasawwuf adalah Hakikah / Ma'nawiyyah (sebenar-benarnya­­­ karomah) yaitu istiqomahnya (kontinyu) seorang hamba kepada Tuhannya dalam lahir dan bathin. Terbukanya hijab dari hatinya sehingga mengenal jelas Tuhannya. menguasai dirinya dan berbeda dengan hawa nafsunya, kuat yakinnya dan diamnya, tenang dengan ALLAH.
(Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 317).

Imam Ibnu 'A-tho-illah berkata : Seringkali ALLAH memberi rizki karomah (kekeramatan) pada orang yang tidak sempurna isqomahnya.
(Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 317).

Yang diambil pelajaran oleh Ahli Tahqiq (Ahli Tasawwuf sejati) adalah jangan mencari karomah Hissiah ini dan jangan berpaling kepadanya. Karena kadang tampak karomah Hissiah ini pada tangan orang yang tidak sempurna istiqomahnya. Bahkan kadang tampak pada tangan orang yang tidak ada istiqomah sama sekali, seperti para tukang sihir dan dukun. Dan kadang tampak pada tangan-tangan Rahib (pendeta).Dan ini bukanlah karomah tapi Istidroj.
(Lihat kitab Iyqo-zhul Himam halaman 317).

Imam Abu Yazid Al Bustomi berkata : "Jika kamu melihat seseorang yang diberikan karomah (kekeramatan) sehingga dia dapat terbang di udara maka janganlah kamu tertipu dengannya sehingga kamu melihat bagaimana kamu mendapatkan dia melaksanakan perintah dan menjuahi larangan, menjaga batasan-batasan, dan melaksanakan syari'at.
(Lihat kitab Risalah Qusyayriyyah halaman 14 atau buku 40 Masalah Agama III halaman 38)

Sumber : Kitab Iyqo-zhul Himam fii Syarhil Hikam cetakan dan terrbitan Al Haromain, Jeddah karangan Al 'Arif Billah Ahmad bin Muhammad bin 'Ajibah Al Husni.
40 Masalah Agama III, penerbit Pustaka Tarbiyah, karangan KH.Siradjuddin Abbas

pembagian dzikir


"Pembagian Dzikir"

Peringkat dzikirullah itu ada yang diucapkapkan atau lafadzkan dengan mengeraskan suara ada pula yang hanya dengan suara hati, namun sebagai pemula atau tingkat latihan sebaiknya gunakan cara lafadz atau mengeraskan suara.

Setelah itu Dzikrullah akan merayap naik tingkat demi tingkat keseluruh diri kita hingga turun ke hati, ke ruh atau menjiwa, yang akhirnya masuk ke peringkat rahasia. Dari tingkat rahasia ini akan terus bergerak menuju tingkat paling rahasia, yaitu Rahasia dalam Rahasia ( sirr al-Asrar ). Namun semua tingkatan terletak pada Karunia dan izin Allah Swt, karna Dialah yang berhak menentukan_Nya.

Dzikirullah yang hanya di lafadz kan oleh lisan, merupakan manifestasi dari hati agar tidak mudah melupakan Allah Swt. Bila Dzikir senyap (sunyi) atau dzikir hati merupakan pergerakan emosi atau perasaan, yaitu rasa tentang pendhohiran keagungan dan keindahan Allah Swt.

Sedangkan dzikir ruh lahir melalui Nurullah ( Cahaya Allah ) yang dipancarkan oleh keagungan dan keindahan Allah Swt. Dzikir peringkat rahasia lahir melalui Dzawq yang dirasakan dari hasil melihat rahasia-rahasia Allah Swt. Dzikir peringkat rahasia bagi segala rahasia (sirr al-Asrar) akan membawa kita pada pengertian ayat ini :

فى مقعد صدق عند مليك مقتدر

“ Di tempat yang disenangi di sisi Tuhan yang berkuasa.”

Dzikir peringkat terakhir adalah dzikir Khafiy al-Akhfa’, yaitu yang paling dalam dan paling tersembunyi. Dzikir ini akan membawa kita ke peringkat perasaan fana’ atau lenyap diri dari perasaan dan berpadu dengan Allah Swt.

Pada hakikatnya tidak seorang pun, kecuali Allah yang mengetahui keadaan seseorang yang telah memasuki peringkat itu, yang di dalamnya terkandung semua ilmu. Di situlah ujung atau penambat segala dan setiap seuatu.

Firman Allah Swt :

يعلم السر واخفي

“ Dia mengetahui yang rahasia dan yang lebih tersembunyi .” ( QS. Thaha:7 )

Demikianlah peringkat-peringkat dzikir yang kami sebutkan disini, semuanya itu hanya merupakan pendekatan agar kita dapat memahaminya. Namun hakikat Dzikir tidak dapat diketahui, kecuali dapat dirasakan saja.


tata cara buang air yang di ajarkan nabi muhammad swt


tata cara buang air yang diajarkan Nabi Muhammad SAW

1. Buang Air Dengan Jongkok
Dianjurkan buang air dalam keadaan jongkok. Aisyah RA berkata, “Barangsiapa yang menceritakan kepada kalian bahwa Nabi SAW buang air kecil sambil berdiri, maka janganlah kalian percaya. Beliau tidak pernah buang air kecil kecuali sambil duduk.” (HR. Tirmidzi). “Sambil Duduk,” maksudnya yaitu dengan jongkok. Jongkoknya nabi ketika buang air kecil ini, tidak terlepas dari kondisi zaman itu dan dari pakaian yang beliau pakai. Pada zaman nabi, WC terletak di dalam tanah yang ditutup dengan besi berlubang. Meskipun buang air kecil dengan jongkok lebih baik, namun pada prinsipnya adalah bagaimana cara agar tidak terkena najis.Kita diperbolehkan kencing sambil berdiri dengan syarat badan dan pakaiannya aman dari percikan air kencing dan aman dari pandangan orang lain kepada. Terutama kalau hal tersebut (berdiri) sangat dibutuhkan karena sempitnya pakaian atau karena ada penyakit di tubuh kita, namun hukumnya makruh kalau tidak ada kebutuhan.

2. Manfaat Buang Air Besar Sambil Jongkok
 Secara medis, buang air besar (BAB) dengan posisi jongkok dapat mencegah terjadinya kanker usus besar. Saat posisi duduk, usus bagian bawah akan tertekuk sehingga proses pembuangan tidak dapat berlangsung efektif tanpa bantuan mengejan. Padahal, mengejan sambil menahan napas akan meningkatkan tekanan dalam usus bagian bawah serta menyebabkan regangan dan pembengkakan pembuluh darah balik membentuk wasir, terutama jika kebiasaan ini dilakukan secara kontinyu dalam jangka lama.

3. Tidak Menghadap Kiblat
Dari Abu Ayyub Al- Anshari dia berkata: Nabi -shallallahu alaihi wasallam- bersabda: “Jika kalian mendatangi tempat buang air maka janganlah kalian menghadap ke arah kiblat dan jangan pula membelakanginya. Akan tetapi menghadaplah ke timurnya atau ke baratnya.“
Abu Ayyub berkata, “Ketika kami datang ke Syam, kami dapati WC rumah-rumah di sana dibangun menghadap kiblat. Maka kami beralih darinya (kiblat) dan kami memohon ampun kepada Allah Taala.” (HR. Al-Bukhari no. 245 dan Muslim no. 264) Sabda Nabi, “Akan tetapi menghadaplah ke timurnya atau ke baratnya,” berlaku bagi negara-negara yang kiblatnya di utara atau di selatan. Sedangkan bagi yang kiblatnya di timur atau di barat (seperti Indonesia) maka dianjurkan menghadap ke utara atau ke selatan.

4. Tidak Berbicara Saat Buang Air
Makruh berbicara di saat buang hajat kecuali darurat. Berdasarkan hadits yang bersumber dari Ibnu Umar diriwayatkan: “Bahwa sesungguhnya ada seorang lelaki lewat, sedangkan Rasulullah SAW sedang buang air kecil. Lalu orang itu memberi salam (kepada Nabi), namun beliau tidak menjawabnya.” (HR. Muslim)

5. Masuk Dengan Kaki Kiri, Keluar Dengan Kaki Kanan
Disunnahkan masuk ke WC dengan mendahulukan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan berbarengan dengan doanya masing-masing. Dari Anas bin Malik Radhiallaahu ‘anhu diriwayatkan bahwa ia berkata: “Adalah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa salam apabila masuk ke WC mengucapkan :“Allaahumma inni audzubika minal khubusi wal khabaaits” Artinya: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari pada syetan jantan dan setan betina“. Dan apabila keluar, mendahulukan kaki kanan sambil mengucapkan: “Gufraanaka” Artinya: “Ampunan-Mu ya Allah“.

6. Bersegera Membuang Hajat
Apabila seseorang merasa akan buang air maka hendaknya bersegera melakukannya, karena hal tersebut berguna bagi agamanya dan bagi kesehatan jasmani. Secara medis, menahan keinginan untuk buang air kecil dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih. Gejala infeksi saluran kemih di antaranya, waktu buang air, air seni terasa panas, air seni kerap keluar setiap kita melakukan gerakan- gerakan ringan seperti duduk atau terasa nyeri di lubang tempat keluar air seninya. Kalau masih dibiarkan, bisa menyebabkan penyakit ginjal. Setiap ada keinginan buang air, jangan ditahan. Dalam keadaan normal, kita harusnya buang air kecil setiap lima jam sekali. Jika kita termasuk orang yang banyak minum, frekuensi tadi bisa lebih sering dan itu normal.

semua tentang ziarah kubur


SEMUA TENTANG ZIARAH KUBUR

Kematian cepat atau lambat pasti kan menjemput kita, takkan ada yang alpa dari hal yang satu ini. Namun jangan dikira setelah kematian datang tak ada kehidupan lagi setelahnya. Justru kehidupan yang sesungguhnya ada pada setelah kematian kita di dunia ini. Maka jangan heran manakala Rasulullah Saw., para sahabat dan para ulama salaf shaleh pernah berbincang-berbincang dengan orang yang sudah mati (ahli kubur), bahkan menjadi rutinitas ibadahnya (ziarah kubur).

Berikut adalah catatan-catatan saya tentang ziarah kubur, diantaranya sudah pernah saya postingkan. Saya gabungkan jadi satu postingan khusus dan untuk melengkapi kekurangan-kekurangan sebelumnya.

Daftar Isi:

a. Mati Hanyalah Perpindahan Alam
b. Pengertian Ziarah Kubur
c. Makanan Penduduk Kuburan
d. Hikmah Ziarah Kubur
e. Dalil-dalil Ziarah Kubur
f. Hukum Ziarah Kubur Bagi Wanita
g. Teladan Rasulullah Saw.
h. Teladan Sahabat Ra.
i. Ziarah ke Makam Rasulullah Saw.
j. Kesalahpahaman Seputar Ziarah Kubur Rasulullah Saw.
k. Ulama Pendukung Ziarah Makam Rasulullah Saw.
l. Dalil-Dalil Diperbolehkannya Ziarah Kubur pada Hari-hari Tertentu
m. Amalan-amalan dalam Ziarah Kubur
n. Bertawassul dan Bertabarruk saat Ziarah Kubur
o. Taubatnya Pengikut Wahabi yang Kini Rajin Ziarah ke Makam Wali

a. Mati Hanyalah Perpindahan Alam

Imam al-Qurtubi dalam at-Tadzkirah mengenai hadits kematian mengatakan: “Kematian bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian merupakan perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan lain.”

Rasulullah Saw. bersabda:

حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.

“Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafidz Isma’il al-Qadhi pada Juz’ ash-Shalaati ‘ala an-Nabiy Saw. Imam al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawaid dan mengkategorikannya sebagai hadits shahih).

Rasulullah Saw. juga bersabda:

(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)

“Tidak seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.” (HR. Ibnu Abi ad-Dunya dari Aisyah Ra. dalam kitab al-Qubûr).

Rasulullah Saw. juga bersabda:

(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)

“Tidak seorangpun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdil Barr dari Ibnu Abbas di dalam kitab al-Istidzkar dan at-Tamhid).

Rasulullah Saw. juga bersabda:

إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)

“Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).

b. Pengertian Ziarah Kubur

Secara bahasa ziarah artinya berkunjung. Secara istilah ziarah kubur adalah mendatangi kuburan dengan tujuan untuk mendoakan ahli kubur, sebagai pelajaran (ibrah) bagi peziarah bahwa tidak lama lagi juga akan menyusul menghuni kuburan sehingga dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt., bertabaruk, ataupun mengingat mati dan akhirat.

c. Makanan Penduduk Kuburan

Suatu hari seorang ahli ilmu memimpikan ahli kubur (penduduk kuburan) yang keluar dari kuburan mereka. Beliau bercerita:

“Mereka mengambil sesuatu yang menakjubkan yang tidak saya ketahui. Namun aku melihat ada seorang lelaki di antara mereka yang tetap duduk tidak ikut serta mengambil hal yang menakjubkan itu. Lantas saya dekati dan kutanyakan: “Apa yang diambil oleh mereka?”

Dijawab: “Mereka mengambil hadiah dari kaum muslimin berupa bacaan al-Quran, sedekah dan doa.”

Kemudian saya bertanya kembali: “Namun mengapa Anda tidak turut serta bersama mereka?”

Dijawab: “Saya tak membutuhkan lagi hal itu (sudah kaya).”

Kutanyakan padanya: “Dengan sebab apakah Anda tak membutuhkannya?”

Dijawab olehnya: “Setiap hari anakku membaca dan berkirim hadiah untukku satu khataman al-Quran. Pekerjaannya adalah sebagai penjual zalabiyyah (semacam serabi) di sebuah pasar.”

Ketika aku terbangun dari tidur, saya beranjak ke pasar sesuai yang dikatakan dalam mimpi. Maka kujumpai seorang pemuda penjual zalabiyyah yang terus-menerus menggerakkan kedua bibirnya. Aku bertanya kepadanya: “Kenapa kedua bibirmu senantiasa bergerak?”

Dijawab olehnya: “Saya sedang membaca al-Quran. Saya hadiahkan bacaan al-Quran ini untuk ayahku yang berada dalam kuburan.”

Demikianlah yang terjadi. Setelah sekian lama saya terulang bermimpi hal yang sama. Hanya bedanya dalam mimpi kali ini si laki-laki yang dulu tidak turut mengambil bagian, sekarang ia bersama penduduk kubur yang lain ikut mengambil bagian. Dan saat aku bangun maka kucari pemuda penjual zalabiyyah itu di pasar untuk aku tanyakan bagaimana keadaan orang tuanya kini. Namun ternyata ia telah wafat. (Irsyad al-‘Ibad halaman 35)

d. Hikmah Ziarah Kubur

وعن ابن مسعود رضي الله عنه أن رسول الله قال كنت نهيتكم عن زيارة القبور أي مطلقا فزوروا وفي نسخة فزوروها فإنها أي زيارة القبور أو القبور أي رؤيتها تزهد في الدنيا قال ذكر الموت هادم اللذات ومهون الكدورات ولذا قيل إذا تحير...تم في الأمور فاستعينوا بأهل القبور هذا أحد معنييه وتذكر الآخرة وتعين على الاستعداد لها رواه ابن ماجه

Dari Ibn Mas’ud Ra. sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda: “Adalah aku (dulu) melarangmu berziarah kubur (secara mutlak), maka saat ini berziarahlah.”

Manfaat ziarah kubur diantaranya; agar zuhud di dunia, selalu teringat kematian, menghilangkan kesuntukan, mengingat akhirat dan agar selalu mempersiapkan bekal menujunya.

Karenanya dikatakan dalam hadits yang lain: “Bila kalian kebingungan akan permasalahan-permasalahan kalian maka obatilah dengan berziarah pada orang-orang yang menghuni kuburan.” (HR. Ibn Majah).

e. Dalil-dalil Ziarah Kubur

Dalil-dalil tentang disunahkannya ziarah kubur adalah sebagaimana hadits-hadits berikut:

عَنْ بَرِيْدَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: قَدْ كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُوْرِ فَقَدْ أُذِنَ لِمُحَمَّدٍ فِىْ زِيَارَةِ قَبْرِ اُمَّةِ فَزُوْرُوْهَا فَاِنَّهَا تُذَكِّرُ اْلآخِرَةِ.(رواه الترمذي.٩٧٠)

Dari Buraidah Ra. berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Saya pernah melarang kalian berziarah kubur. Tapi sekarang Muhammad teah diberi izin untuk berziarah ke makam ibunya. Maka sekarang berziarahlah, karena perbuatan itu dapat mengingatkan kamu pada akhirat.” (HR. At-Tirmidzi)

عَنْ هِشَامِ بْنِ سَاِلمِ قَالَ: عَاشَتْ فَاطِمَةَ بَعْدَ اَبِيْهَا خَمْسَةَ وَسَبْعِيْنَ يَوْمًا لمَ ْتُرَى-كََاشِرَةٌ وَلَا صَاحِكَةٌ تَأْتِى قُبُوْرَ الشُّهَدَاءِ فِىْ كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّتَيْنِ اْلاِثْنَيْنِ وَاْلخَمِيْسِ فَتَقُوْلُوْهَا هُنَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ.
وَرَوَى اَيْضًا الِتْرِمذِي وَالْحَاكِمُ فِي نَوَادِرِ اْلاُصُوْلِ مِنْ حَدِيْثِ عَبْدِ اْلغَفُوْرُِ بْنِ عَبْدِ اْلعَزِيْزِ عَنْ اَبِيْهِ مِنْ جَدِّهِ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَعَرَّضَ عَلَى اْلاَنْبِيَاءِ وَعَلَى اْلاَبَاءِ وَاْلاُمَّهَاتِ يَوْمَ الْجُمْعَةِ فَيَفْرَحُوْنَ بِحَسَانَتِهِمْ وَتُزْدَادُ وُجُوْهُهُمْ بَيَاضًا وَاَشْرَافًا.

Dari Hisyam bin Salim Ra. mengatakan bahwa: “Setelah 75 hari ayahnya (Nabi Muhammad Saw.) meninggal, Fathimah tidak lagi murung. Ia selalu ziarah ke makam para Syuhada dua hari dalam seminggu, yakni setiap Senin dan Kamis, sambil berucap: “Di sini makam Rasulullah.”

Sebuah hadits yang diriwayatkan at-Tirmidzi dan Hakim dalam kitab Nawadir al-Ushul, dari Abdul Ghafur bin Abdul Aziz dari ayahnya dari kakaknya, ia mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Amal manusia itu dilaporkan kepada Allah setiap hari Senin dan Kamis, lalu diberitahukan kepada para Nabi, kepada bapak-bapak, ibu-ibu mereka yang lebih dulu meninggal pada hari Jum’at. Mereka gembira bila melihat amal-amal baiknya, sehingga tampak wajahnya bersinar putih berseri.” (Kasyf As-Syubuhat halaman 39).

(قَالَ النَّوَاوِيُّ) فِىْ شَرْحِ اْلمُهَذَّبِى يُسْتَحَبُّ يَعْنِى لِزَائِرِ اْلاَمْوَاتِ اَنْ يَقْرَأَ مِنَ اْلقُرْآنِ مَا تَيَسَّرَ وَيَدْعُوْ لَهُمْ عُْبَاهَا نَصَّ عَلَيْهِ الشَّفِعِيُّ وَالتَّفَقَ عَلَيْهِ اْلاَصْحَاب

Dalam Syarh al-Muhadzdzab Imam an-Nawawi berkata: “Disunahkan bagi seorang yang berziarah kepada orang mati agar membaca ayat-ayat al-Quran sekadarnya dan berdoa untuknya. Keterangan ini diambil dari teks Imam asy-Syafi’i dan disepakati oleh para ulama yang lainnya. (Kasyf as-Syubuhat halaman 129 karya as-Syaikh Mahmud Hasan Rabi).

Dalam kitab Nahj al-Balaghah halaman 394-396 disebutkan sebuah hadits Nabi Saw.:

وَكَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزُوْرُ قُبُوْرَ شُهَدَاءِ أُحُدٍ وَقُبُوْرَ اَهْلِ اْلبَقِيْعِ وَسَلَّمَ عَلَيْهِمْ وَيَدْعُوْ لَهُمْ بِمَا تَقَدَّمَ ( رواه مسلم واحمد وابن ماجه.)

“Rasulullah Saw. berziarah ke makam para syuhada dalam perang Uhud dan makam keluarga Baqi’. Beliau Saw. mengucapkan salam dan mendoakan mereka atas amal-amal yang telah mereka kerjakan.” (HR. Muslim, Ahmad dan Ibnu Majah).

Disebutkan dalam kitab I’anat ath-Thalibin juz 2 halaman 142:

فَقَدْ رَوَى اْلحَاكِمُ عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَنْ زَارَ قَبْرَ اَبَوَيْهِ اوَ ْاَحَدَهُمَا فِيْ كُلِّ جُمْعَةٍ مَرَّةً غَفَّرَ اللهُ لَهُ وَكَانَ بَارًّا بِوَالِدَيْهِ.

Hadits riwayat Hakim dari Abu Hurairah Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Barangsiapa ziarah ke makam orang tuanya setiap hari Jum’at, Allah pasti akan mengampuni dosa-dosanya dan mencatatnya sebagai bukti baktinya kepada orang tua.”

Adapun kaitannya dengan hadits Nabi Saw. berikut ini:

عَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ زَوَّارَاتِ اْلقُبُوْرِ (رواه احمد ٨٠٩٥ )

“Dari Abu Hurairah Ra. bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. melaknat wanita yang berziarah kubur.” (HR. Ahmad no. 8095).

Menyikapi hadits ini, para ulama menyatakan bahwa larangan itu telah dicabut menjadi sebuah kebolehan berziarah baik bagi laki-laki dan perempuan. Imam at-Tirmidzi menjelaskan: “Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa hadits itu diucapkan sebelum Nabi Saw. membolehkan untuk melakukan ziarah kubur. Setelah Rasulullah Saw. membolehkannya, maka laki-laki dan perempuan tercakup dalam kebolehan itu.” (Sunan at-Tirmidzi ayat 979).

Dalil-dalil ini membuktikan bahwa ziarah kubur itu memang dianjurkan. Terlebih jika yang diziarahi itu adalah makam para wali dan orang shaleh.

Ibnu Hajar al-Haitami pernah ditanya tentang berziarah ke makam para wali pada waktu tertentu dengan melakukan perjalanan khusus ke makam mereka. Beliau menjawab: “Berziarah ke makam para wali adalah ibadah yamg disunahkan. Demikian pula dengan perjalanan ke makam mereka.” (Al-Fatawi al-Kubra juz 2 halaman 24).

f. Hukum Ziarah Kubur Bagi Wanita

Ingatlah bahwa kebolehan ziarah kubur adalah umum untuk laki-laki maupun perempuan. Adapun pendapat yang menyatakan kemakruhan wanita ziarah kubur adalah karena ada sebab-sebab tertentu, bukan pada ziarah kuburnya.

Dari Buraidah Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Tadinya aku melarang kalian berziarah,tapi kini berziarahlah kalian.” (HR. Muslim). Dalam riwayat lain dikatakan: “Maka barangsiapa yang ingin ziarah kubur, maka berziarahlah. Karena sesungguhnya ziarah kubur itu dapat mengingatkan akhirat.” (HR. Muslim).

Maksud hadits adalah bahwa ziarah kubur disyariatkan dalam Islam. Para ulama telah sepakat menyatakan bahwa ziarah kubur hukumnya sunnah bagi kaum laki-laki, khususnya untuk melaksanakan hak seperti ayah dan teman, mengingat mati, dan melembutkan hati dengan cara mengingat mati berikut tingkah-tingkahnya, sebagaimana keterangan-keterangan yang berlaku di dalam hadits-hadits Nabi Saw.

Adapun kemakruhan wanita dalam ziarah kubur adalah karena ada hadits Nabi Saw. yang menjelaskan tentang itu (yakni ada sebab-sebab tertentu).Adapun keharaman ziarah kubur bagi wanita bilamana diiringi dengan sesuatu yang dilarang menurut syara’, seperti bilamana takut terjadi fitnah atau kerasnya suara wanita dengan menangis.

Ziarah kubur hukumnya diperbolehkan bagi wanita bilamana dekat dengan orang yang terkena musibah dan tidak timbul fitnah yang dilarang oleh syara’. Demikian pula, ziarah ke makam Nabi Saw. hukumnya disunnahkan berdasarkan hadits yang menasakh tentang pelarangan ziarah kubur.

Memang, pada awal perintahan Nabi Saw. ziarah kubur itu hukumnya diharamkan, karena umat Islam pada masa itu masih ada kedekatannya dengan kebiasaan mereka pada zaman jahiliyah. Juga masih adanya kebiasaan menyembah berhala. Selain itu, mereka juga suka berbuat niyahah (meratapi mayit) atau lainya yang diharamkan ketika melakukan ziarah kubur.

Kemudian, hukum haram ziarah kubur tersebut diganti dengan hukum sunnah setelah adanya kejelasan dalam aqidah Islam, tertancapnya kaedah-kaedah dan hukum-hukum Islam di dada mereka. Dengan demikian, seorang mukmin harus selalu mengingat mati. Karena, mengingat mati adalah persiapannya orang-orang yang akan mati, baik untuk saat ini maupun saat yang akan datang. (Lihat selengkapnya dalam I’anat ath-Thalibin juz 2 halaman 142 dan Nuzhat al-Muttaqin Syarh Riyadh ash-Shalihin juz 1).

Asy-Syaikh Abdul Mu’thi as-Saqaa mengatakan: “Berziarah di kuburan orang-orang muslim disunahkan bagi para pria berdasarkan hadits riwayat Muslim: “Aku (dulu) melarang kalian berziarah kubur, (sekarang) berziarahlah karena ia mengingatkan kalian pada akhirat.” Sedang bagi para wanita ziarah kubur hukumnya makruh bila bukan kuburan Nabi, orang alim, orang shalih atupun kerabat. Sedang menziarahi kuburan Nabi dan orang yang telah disebutkan tadi maka sunnah baginya bila kuburannya masih dalam satu daerah atau di luar daerah saat ia bersama mahramnya.

Kesunnahan ziarah baginya dengan ketentuan sudah mendapatkan izin suami atau walinya, aman dari fitnah dan dalam perkumpulannya tidak menimbulkan kerusakan seperti pada umumnya bahkan yang menjadi kenyataan di zaman ini, bila tidak demikian maka keharaman ziarah baginya tidak dapat disangsikan.

Disunahkan memperbanyak ziarah kubur adalah dengan tujuan supaya dapat mengambil pertimbangan, peringatan serta teringat kehidupan akhirat. Kesunnahan ziarah menjadi muakad (sangat dianjurkan) di hari Kamis sore dan hari Jum’at dan makruh di hari Sabtu.” (Selengkapnya lihat dalam Al-Irsyadaat as-Sunniyyah halaman 111).

Ziarah kubur disunnahkan agar dapat mengambil pertimbangan, peringatan serta teringat kehidupan akhirat, kesunahannya menjadi muakad di hari hari Jum’at dan hari sebelumnya (Kamis) serta hari setelahnya menurut kalangan Hanafiyah dan Malikiyyah, berbeda menurut kalangan Hanabilah yang menyatakan ziarah kubur tidak muakad, tidak di hari tertentu juga hari lainnya.

Sedangkan kalangan Syafi’iyyah yang menyatakan: “Menjadi sunnah yang muakkad mulai Asharnya hari Kamis hingga terbitnya matahari di hari Sabtu.” Pernyataan ini juga sesuai pendapat yang unggul di kalangan Malikiyyah. (Lihat selengkapnya dalam Al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah juz 1 halaman 855).

g. Teladan Rasulullah Saw.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah Ra. berkata bahwa setiap Rasulullah Saw. bermalam di tempatnya, di penghujung malam beliau selalu keluar (ziarah) ke pemakaman Baqi’ dan mengucapkan: “Semoga keselamatan atas kamu semua, wahai penghuni perkampungan orang-orang mukmin, telah datang kepadamu semua apa-apa yang telah dijanjikan dan ditentukan (kematian), dan sungguh insya Allah kami akan menyusulmu. Ya Allah ampunilah (dosa-dosa) penduduk Baqi’ al-Ghorqod.” (H.R. Muslim).

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَرَكَ قَتْلَى بَدْرٍ ثَلَاثًا ثُمَّ أَتَاهُمْ فَقَامَ عَلَيْهِمْ فَنَادَاهُمْ فَقَالَ يَا أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ يَا أُمَيَّةَ بْنَ خَلَفٍ يَا عُتْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ يَا شَيْبَةَ بْنَ رَبِيعَةَ أَلَيْسَ قَدْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَ رَبُّكُمْ حَقًّا فَإِنِّي قَدْ وَجَدْتُ مَا وَعَدَنِي رَبِّي حَقًّا فَسَمِعَ عُمَرُ قَوْلَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ يَسْمَعُوا وَأَنَّى يُجِيبُوا وَقَدْ جَيَّفُوا قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا أَقُولُ مِنْهُمْ وَلَكِنَّهُمْ لَا يَقْدِرُونَ أَنْ يُجِيبُوا( رواه البخارى ومسلم)

Rasul Saw. berbicara kepada yang mati sebagaimana selepas perang Badr 3 hari, Rasul Saw. mengunjungi mayat-mayat orang kafir, lalu Rasulullah Saw. berkata: “Wahai Abu Jahal bin Hisyam, wahai Umayyah bin Khalf, wahai ‘Utbah bin Rabi’, wahai Syaibah bin Rabi’ah, bukankah kalian telah dapatkan apa yang dijanjikan Allah pada kalia? Sungguh aku telah menemukan janji Tuhanku benar.”

Maka berkatalah Umar bin Khaththab Ra.: “Wahai Rasulullah, engkau berbicara pada bangkai, dan bagaimana mereka mendengar ucapanmu?”

Rasul Saw. menjawab: “Demi (Allah) yang diriku dalam genggamanNya, engkau tak lebih mendengar dari mereka (engkau dan mereka sama-sama mendengarku), akan tetapi mereka tak mampu menjawab.” (HR. Bukari dan Muslim, redaksi hadits ini dari Shahih Muslim hadits no. 6498).

Makna ayat: “Sungguh Engkau tak akan didengar oleh yang telah mati”. Berkata Imam Qurthubi dalam tafsirnya makna ayat ini bahwa yang dimaksud orang yang telah mati adalah orang kafir yang telah mati hatinya dengan kekufuran, dan Imam Qurthubi menukil hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa Rasul Saw. berbicara dengan orang mati dari kafir Quraisy yang terbunuh di perang Badr. (Tafsir Qurthubi juz 13 halaman 232).

Berkata Imam ath-Thabari rahimahullah dalam tafsirnya bahwa makna ayat itu: “Bahwa engkaua wahai Muhammad tak akan bisa memberikan kefahaman kepada orang yang telah dikunci Allah untuk tak memahami.” (Tafsir Imam ath-Thabari juz 20 halaman 12 dan juz 21 halaman 55).

Berkata Imam Ibn Katsir rahimahullah dalam tafsirnya: “Walaupun ada perbedaan pendapat tentang makna ucapan Rasul Saw. pada mayat-mayat orang kafir pada peristiwa Badr, namun yang paling shahih diantara pendapat para ulama adalah riwayat Abdullah bin Umar Ra. dari riwayat-riwayat shahih yang masyhur dengan berbagai riwayat, diantaranya riwayat yang paling masyhur adalah riwayat Ibn Abdil Barr yang menshahihkan riwayat ini dari Ibn Abbas Ra. dengan riwayat Marfu’ bahwa:

“Tiadalah seseorang berziarah ke makam saudara muslimnya di dunia, terkecuali Allah datangkan ruhnya hingga menjawab salamnya”, dan hal ini dikuatkan dengan dalil shahih (riwayat shahihain) bahwa Rasul Saw. memerintahkan mengucapkan salam pada ahli kubur, dan salam hanyalah diucapkan pada yang hidup, dan salam hanya diucapkan pada yang hidup dan berakal dan mendengar, maka kalau bukan karena riwayat ini maka mereka (ahli kubur) adalah sama dengan batu dan benda mati lainnya. Dan para salaf bersatu dalam satu pendapat tanpa ikhtilaf akan hal ini, dan telah muncul riwayat yang mutawatir (riwayat yang sangat banyak) dari mereka, bahwa: “Mayit bergembira dengan kedatangan orang yang hidup ke kuburnya.” (Tafsir Imam Ibn Katsir juz 3 halaman 439).

Dalam riwayat lain Rasul Saw. bertanya-tanya tentang seorang wanita yang biasa berkhidmat di masjid, berkata para sahabat bahwa ia telah wafat, maka Rasul Saw. bertanya: “Mengapa kalian tak mengabarkan padaku? Tunjukkan padaku kuburnya.” Lalu datanglah beliau Saw. ke kuburnya dan menyolatkannya, lalu beliau Saw. bersabda: “Pemakaman ini penuh dengan kegelapan (siksaan), lalu Allah menerangi pekuburan ini dengan shalatku pada mereka.” (Shahih Muslim hadits no. 956)

h. Teladan Sahabat Ra.

Abdullah bin Umar Ra. bila datang dari perjalanan dan tiba di Madinah maka ia segera masuk masjid dan mendatangi Kubur Nabi Saw. seraya berucap: “Assalamu’alaika yaa Rasulallah, Assalamu’alaika yaa Ababakr, Assalamu’alaika yaa Abataah (wahai ayahku).” (Sunan al-Kubra Imam Baihaqi hadits no. 10051).

Berkata Abdullah bin Dinar Ra.: “Kulihat Abdullah bin Umar Ra. berdiri di kubur Nabi Saw. dan bersalam pada Nabi Saw. lalu berdoa, lalu bersalam pada Abubakar dan Umar Ra.” (Sunan al-Kubra Imam Baihaqi hadits no. 10052).

i. Ziarah ke Makam Rasulullah Saw.

Sabda Rasulullah Saw.: “Barangsiapa yang pergi haji, lalu menziarahi kuburku setelah aku wafat, maka sama saja dengan mengunjungiku saat aku hidup.” (Sunan al-Kubra Imam Baihaqi hadits no. 10054).

Dan masih banyak lagi kejelasan dan memang tak pernah ada yang mengingkari ziarah kubur sejak zaman Rasul Saw. hingga kini selama 14 abad (seribu empat ratus tahun lebih) semua muslimin berziarah kubur, berdoa, bertawassul, bersalam dll. tanpa ada yang mengharamkannya apalagi mengatakan musyrik kepada yang berziarah. Hanya kini saja muncul dari kejahilan dan kerendahan pemahaman atas syariah, munculnya pengingkaran atas hal-hal mulia ini yang hanya akan menipu orang awam, karena hujjah-hujjah mereka batil dan lemah.

j. Kesalahpahaman Seputar Ziarah Kubur Rasulullah Saw.

Satu lagi contoh potongan perkataan ulama salaf shaleh disalah gunakan oleh mereka yaitu perkataan Imam Malik bin Anas untuk melarang ziarah ke kuburan Rasulullah Saw. Bahkan ulama panutan mereka, Ibnu Taimiyah di dalam kitab Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah juz 27 halaman 111-112 sangat mengandalkan potongan perkataan tersebut. Ibnu Taimiyah berkata:

بل قد كره مالك وغيره أن يقال: زرت قبر النبي صلى الله عليه وسلم، ومالك أعلم الناس بهذا الباب، فإن أهل المدينة أعلم أهل الأمصار بذلك، ومالك إمام أهل المدينة. فلو كان في هذا سنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم: فيها لفظ «زيارة قبره» لم يخف ذلك على علماء أهل مدينته وجيران قبره ـ بأبي هو وأمي.

“Bahkan Imam Malik dan yang lainnya membenci kata-kata: “Aku menziarahi kubur Nabi Saw.”, sedang Imam Malik adalah orang paling alim dalam bab ini, dan penduduk Madinah adalah paling alimnya wilayah dalam bab ini, dan Imam Malik adalah imamnya penduduk Madinah. Seandainya terdapat sunnah dalam hal ini dari Rasulullah Saw. yang di dalamnya terdapat lafadz ‘menziarahi kuburnya’, niscaya tidak akan tersembunyi (tidak diketahui) hal itu oleh para ulama ahli Madinah dan penduduk sekitar makam beliau –demi bapak dan ibuku.”

Ibnu Taimiyah dan para pengikutnya tampaknya salah paham terhadap ungkapan Imam Malik tersebut. Imam Malik adalah orang yang sangat memuliakan Rasulullah Saw., sampai-sampai ia enggan naik kendaraan di kota Madinah karena menyadari bahwa tubuh Rasulullah Saw. dikubur di tanah Madinah, sebagaimana ia nyatakan: “Aku malu kepada Allah ta’ala untuk menginjak tanah yang di dalamnya ada Rasulullah Saw. dengan kaki hewan (kendaraan-pent).” (Syarh Fath al-Qadir juz 3 halaman 180 karya Muhammad bin Abdul Wahid as-Saywasi).

Bagaimana mungkin sikap yang sungguh luar biasa itu dalam memuliakan jasad Rasulullah Saw. seperti menganggap seolah beliau masih hidup, membuatnya benci kepada orang yang ingin menziarahi makam Rasulullah Saw.? Sungguh ini adalah sebuah pemahaman yang keliru.

Imam Ibnu Hajar al-Asqallani menjelaskan: “Imam Malik membenci ucapan: “Aku menziarahi kubur Nabi Saw”, adalah karena semata-mata dari sisi adab, bukan karena membenci amalan ziarah kuburnya. Hal tersebut dijelaskan oleh para muhaqqiq (ulama khusus) madzhabnya. Dan ziarah kubur Rasulullah Saw. adalah termasuk amalan yang paling afdhal dan pensyari’atannya jelas, dan hal itu merupkan ijma’ para ulama. (Fath al-Bari juz 3 halaman 66).

Artinya, kita bisa berkesimpulan, setelah mengetahui betapa Imam Malik memperlakukan jasad Rasulullah Saw. yang dikubur di Madinah itu dengan akhlak yang luar biasa, seolah seperti menganggap beliau masih hidup, maka ia pun lebih suka ungkapan: “Aku menziarahi atau mendatangi Rasulullah Saw.” daripada ungkapan “Aku menziarahi kubur Rasulullah Saw.” berhubung banyak hadits mengisyaratkan bahwa Rasulullah Saw. dan kaum muslim yang telah meraih maqom di sisiNya di dalam kuburnya dapat mengetahui, melihat, dan mendengar siapa saja yang menziarahinya dan mengucapkan salam dan shalawat kepadanya. Tampak Imam Malik tidak suka Rasulullah Saw. yang telah wafat itu diperlakukan seperti orang mati pada umumnya, dan asumsi ini dibenarkan oleh dalil-dalil yang sah.

Rasulullah Saw. bersabda:

حياتي خير لكم ومماتي خير لكم تحدثون ويحدث لكم , تعرض أعمالكم عليّ فإن وجدت خيرا حمدت الله و إن وجدت شرا استغفرت الله لكم.

“Hidupku lebih baik buat kalian dan matiku lebih baik buat kalian. Kalian bercakap-cakap dan mendengarkan percakapan. Amal perbuatan kalian disampaikan kepadaku. Jika aku menemukan kebaikan maka aku memuji Allah. Namun jika menemukan keburukan aku memohonkan ampunan kepada Allah buat kalian.” (Hadits ini diriwayatkan oleh al-Hafidz Isma’il al-Qadhi pada Juz’ ash-Shalaati ‘ala an-Nabiy Saw. Imam al-Haitsami dalam Majma’ az-Zawaid dan mengkategorikannya sebagai hadits shahih).

Rasulullah Saw. juga bersabda:

(ما من رجل يزور قبر أخيه ويجلس عليه إلا استأنس ورد عليه حتي يقوم)

“Tidak seorangpun yang mengunjungi kuburan saudaranya dan duduk kepadanya (untuk mendoakannya) kecuali dia merasa bahagia dan menemaninya hingga dia berdiri meninggalkan kuburan itu.” (HR. Ibnu Abi ad-Dunya dari Aisyah Ra. dalam kitab al-Qubûr).

Rasulullah Saw. juga bersabda:

(ما من أحد يمربقبر أخيه المؤمن كان يعرفه في الدنيا فيسلم عليه إلا عَرَفَهُ ورد عليه السلام)

“Tidak seorangpun melewati kuburan saudaranya yang mukmin yang dia kenal selama hidup di dunia, lalu orang yang lewat itu mengucapkan salam untuknya, kecuali dia mengetahuinya dan menjawab salamnya itu.” (Hadis Shahih riwayat Ibnu Abdil Barr dari Ibnu Abbas di dalam kitab al-Istidzkar dan at-Tamhid).

Rasulullah Saw. juga bersabda:

إن أعمالكم تعرض على أقاربكم وعشائركم من الأموات فإن كان خيرا استبشروا، وإن كان غير ذلك قالوا: اللهم لا تمتهم حتى تهديهم كما هديتنا)

“Sesungguhnya perbuatan kalian diperlihatkan kepada karib-kerabat dan keluarga kalian yang telah meninggal dunia. Jika perbuatan kalian baik, maka mereka mendapatkan kabar gembira, namun jika selain daripada itu, maka mereka berkata: “Ya Allah, janganlah engkau matikan mereka sampai Engkau memberikan hidayah kepada mereka seperti engkau memberikan hidayah kepada kami.” (HR. Ahmad dalam musnadnya).

Imam an-Nawawi berkata: “Al-Khufajiy di dalam Syarh asy-Syifa menyebutkan bahwa as-Sabkiy mengatakan sebagai berikut: “Sahabat-sahabat kami menyatakan, adalah mustahab jika orang pada saat datang berziarah ke pusara Rasulallah Saw. menghadapkan wajah kepadanya dan membelakangi kiblat, kemudian mengucapkan salam kepada beliau Saw. beserta keluarganya (ahlul bait) dan para sahabatnya, lalu mendatangi pusara dua orang sahabat beliau Saw. (Abubakar dan Umar Ra.). Setelah itu lalu kembali ke tempat semula dan berdiri sambil berdo’a.” (Al-Majmu’ juz 8 halaman 272 dan Syarh sy-Syifa juz 3 halaman 398).

Dengan demikian tidak ada ulama yang mengatakan cara berziarah yang tersebut di atas adalah haram, bid’ah, sesat dan lain sebagainya. Namun ada lagi dari golongan pengingkar yang melarang ziarah kemakam Nabi Saw. dengan alasan hadits: “Jangan susah-payah bepergian jauh kecuali ke tiga buah masjid; al-Masjid al-Haram, masjidku ini (Masjid Nabawi) dan al-Masjid al-Aqsha (Palestina).”

Padahal hadits tersebut berkaitan dengan masalah sholat dan masjid, bukan masalah ziarah kubur. Yang dimaksud hadits tersebut ialah: “Jangan bersusah-payah bepergian jauh hanya karena ingin bersholat di masjid lain, kecuali tiga masjid yang disebutkan dalam hadits itu”, karena sholat di selain ketiga masjid tersebut sama pahalanya.

Makna ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal bahwa Rasulallah Saw. pernah bersabda: “Orang tidak perlu bepergian jauh dengan niat mendatangi masjid karena ingin menunaikan sholat di dalamnya, kecuali Masjidil Haram(di Makkah), Masjidil Aqsha (di Palestina) dan masjidku (di Madinah).” Imam al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan bahwa hadits ini terkenal luas (masyhur) dan baik.

Hadits lainyang semakna di atas tapi sedikit perbedaan kalimatnya yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah Ra. dan dipandang sebagai hadits baik dan masyhur oleh Imam al-Hafidz al-Haitsami yaitu: “Orang tidak perlu berniat hendak bepergian jauh mendatangi sebuah masjid karena ingin menunaikan sholat di dalamnya kecuali Masjidil Haram(di Makkah), Masjidil Aqsha (di Palestina) dan masjidku (di Madinah).” (Majma’ az-Zawaid juz 4 halaman 3). Dan banyak hadits lainnya yang semakna tapi berbeda versinya.

Dengan demikian hadits-hadits di atas ini semuanya berkaitan dengan sholat dan masjid bukan sebagai larangan untuk (perjalanan) berziarah kubur kepada Rasulallah Saw. dan kaum muslimin lainnya.

Bila alasan pelarangan ziarah kubur Rasulullah Saw. itu kemudian dikaitkan dengan larangan mengupayakan perjalanan (syaddur-rihal) kecuali kepada tiga masjid (Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha) yang terdapat di dalam hadits maka makin terlihatlah kejanggalannya. Karena dengan begitu, segala bentuk perjalanan (termasuk silaturrahim kepada orang tua atau famili, menuntut ilmu, menunaikan tugas atau pekerjaan, berdagang, dan lain-lain) otomatis termasuk ke dalam perkara yang dilarang, kecuali perjalanan hanya kepada ke tiga masjid tersebut.

Di sinilah para ulama meluruskan pengertiannya, bahwa pada hadits tersebut terdapat ‘illat (benang merah) yang membuatnya tidak mencakup keseluruhan bentuk perjalanan, yaitu adanya kata “masjid”. Sehingga dengan begitu, yang dilarang adalah mengupayakan dengan sungguh-sungguh untuk melakukakan perjalanan kepada suatu masjid selain dari tiga masjid yang utama tersebut, karena nilai ibadah di selain tiga masjid itu sama saja atau tidak ada keistimewaannya.

Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam Hasyiyah al-‘Allaamah Ibn Hajar al-Haitami ‘alaa Syarh al-Idhah fii Manasik al-Hajj menuliskan: “Jangan tertipu dengan pengingkaran Ibnu Taimiyah terhadap kesunnahan ziarah ke makam Rasulullah, karena sesungguhnya dia adalah manusia yang telah disesatkan oleh Allah; sebagaimana kesesatannya itu telah dinyatakan oleh Imam al-’Izz ibn Jama’ah, juga sebagaimana telah panjang lebar dijelaskan tentang kesesatannya oleh Imam Taqiyyuddin as-Subki dalam karya tersendiri untuk itu (yaitu kitab Syifa’ as-Siqam fi Ziyarah Khair al-Anam). Penghinaan Ibnu Taimiyah terhadap Rasulullah ini bukan sesuatu yang aneh; oleh karena terhadap Allah saja dia telah melakukan penghinaan, –Allah Maha Suci dari segala apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir dengan kesucian yang agung–. Kepada Allah; Ibnu Taimiyah ini telah menetapkan arah, tangan, kaki, mata, dan lain sebagainya dari keburukan-keburukan yang sangat keji. Ibn Taimiyah ini telah dikafirkan oleh banyak ulama, –semoga Allah membalas segala perbuatan dia dengan keadilanNya dan semoga Allah menghinakan para pengikutnya; yaitu mereka yang membela segala apa yang dipalsukan oleh Ibn Taimiyah atas syari’at yang suci ini.”

Selain mereka mengingkari sunnah Rasulullah mengenai ziarah kubur, merekapun melarang berdoa di kuburan dengan dalil: “Dari ‘Ali bin Husain bahwasanya ia melihat seorang laki-laki mendatangi sebuah celah dekat kuburan Nabi Saw. kemudian ia masuk ke dalamnya dan berdoa. Maka Ali bin Husain berkata: “Maukah kusampaikan hadits yang aku dengar dari ayahku dari kakekku dari Rasulullah Saw. yang bersabda: “Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai ‘ied, dan jangan jadikan rumah kalian sebagai kuburan. Dan bersholawatlah kepadaku karena sholawat kalian akan sampai kepadaku di manapun kalian berada.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannafnya juz 2 halaman 268 dan Abdurrazzaq dalam Mushannafnya juz 3 halaman 577 hadits no. 6726).

Mereka memahami riwayat dari Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib sebagai larangan berdoa atau bertawassul di makam Nabi. Riwayat dari Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib tersebut sekedar mengingatkan orang yang masuk dan berdoa pada celah dekat kuburan Nabi Saw. untuk tidak menyembah kuburan Nabi.

Larangan menjadikan kuburan sebagai ‘ied” atau “larangan menjadikan menjadikan kuburan sebagai masjid” dengan mengembalikan kata masjid kepada kata asalnya sajada, tempat sujud. Berikut anjuran untuk tidak perlu mempersulit diri dengan memasuki celah dekat kuburan Nabi Saw. karena bersholawat, bertawassul dapat dilakukan di manapun. Dalam ziarah kubur kita sebaiknya menghindari timbulnya fitnah orang lain yang melihat sehingga beranggapan adanya penyembahan kuburan.

Begitupula perkataan Imam asy-Syafi’i rahimahullah: “Benci diagungkannya seorang makhluk hingga kuburannya dijadikan masjid, khawatir fitnah kepadanya dan kepada masyarakat”.” Cara memahaminya adalah kata masjid dikembalikan kepada asal katanya yakni sajada yang artinya tempat sujud sehingga maknanya janganlah bersujud pada kuburan beliau Saw. untuk menghindari timbulnya fitnah orang lain yang melihat sehingga beranggapan adanya penyembahan kuburan walaupun di hati yang bersujud tidak meniatkan untuk menyembah tapi hanya sekedar penghormatan.

Begitupula apa yang dikatakan oleh Aisyah Ra.: “Kalau bukan karena itu, niscaya kuburan beliau dipertontonkan, padahal tindakan itu dikhawatirkan akan dijadikannya kuburan beliau sebagai masjid.” (HR. Muslim no. 853). Maknanya kuburan Nabi Saw. tidak pertontonkan agar para peziarah tidak bersujud kepada kuburan beliau untuk menghindari timbulnya fitnah orang lain yang melihat sehingga beranggapan adanya penyembahan kuburan walaupun di hati yang bersujud tersebut sekedar penghormatan kepada Rasulullah Saw.

k. Ulama Pendukung Ziarah Makam Rasulullah Saw.

1. Al-Qadhi Iyadh (Syarh al-Muslim juz 2 halaman 177)
2. Al-Imam an-Nawawiy (Syarh Shahih Muslim juz 9 halaman 106)
3. Al-Imam Ibn Hajar al-Haitamiy (Al-Idhah halaman 488)
4. Al-Imam Ibn hajar al-Asqalaniy (Fath al-Bari juz 3 halaman 66)
5. Al-Imam asy-Syeikh al-Karmaniy (Syarh al-Bukhari juz 7 halaman 12)
6. Syeikh Badruddin al-Ainiy dan ulama-ulama yang dibuat hujjah beliau (Syarh al-Bukhari)
7. Syeikh Zainuddin (‘Umdat al-Qari juz 7 halaman 254)
8. Syeikh Abu Muhammad ibn Qudamah al-Hanbali (Al-Mughni juz 3 halaman 556)
9. Syeikh Abul Faraj ibn Qudamah al-Hanbali (Asy-Syarh al-Kabir juz 3 halaman 495)
10. Syeikh Manshur bin Yunus al-Bahuthi al-Hanbali (Kasyf al-Qina’ juz 2 halaman 598)
11. Syeikhul Islam Taqiyuddin Muhammad al-Futuhiy al-Hanbali (Muntaha al-Iradat juz 2 halaman 171)
12. Syeikh Mar’iy bin Yusuf al-Hanbali (Dalil ath-Thalib halaman 88)
13. Syeikhul Islam Majduddin Muhammad bin Ya’qub al-Fairuzzabadi (Ash-Shalat wa al-Basyar halaman 122-123)
14. Al-Imam Syeikh Muhammad bin ‘Allan ash-Shadiqi asy-Syafi’i (Al-Futuhat ar-Rabbaniyyah ‘ala al-Adzkar an-Nawawiyah juz 5 halaman 31)
15. Syeikh Ibnul Qayyim al-Jauziyyah dalam qashidahnya “An-Nuniyyah”
16. Syeikh Ibnu Taimiyah (Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim halaman 336-339)
17. Syeikhul Wahabiyyah Muhammad bin Abdil Wahab an-Najdi (Majmu’ Muallifat, juz 3 halaman 68, Cet. Jami’ah al-Imam Muhammad bin Sa’ud al-Islamiyah).
18. Dan masih sangat banyak lagi ulama-ulama yang melegalkan ziarah kubur.

l. Dalil-Dalil Diperbolehkannya Ziarah Kubur pada Hari-hari Tertentu

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا وَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا يَفْعَلُهُ

“Dari Abdullah bin Umar Ra. bahwa Nabi Saw. selalu mendatangi masjid Quba setiap hari Sabtu baik dengan berjalan kaki maupun dengan mengendarai kendaraan, sedangkan Abdullah selalu melakukannya.” (HR. Imam Bukhari dalam Shahih al-Bukhari juz 1 halaman 398 hadits no. 1174).

Dalam mengomentari hadits ini al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

الحديث على اختلاف طرقه دلالة على جواز تخصيص بعض الأيام ببعض الأعمال الصالحة والمداومة على ذلك ، وفيه أن النهي عن شد الرحال لغير المساجد الثلاثة ليس على التحريم

“Hadits ini dengan sekian jalur yang berbeda menunjukkan diperbolehkannya menjadikan hari-hari tertentu untuk sebuah ritual yang baik dan istiqamah. Hadits ini juga menerangkan bahwa larangan bepergian ke selain tiga masjid (Masjid al-Haram, Masjid al-Aqsha, dan Masjid Nabawi tidak haram).” (Fath al-Bari juz 3 halaman 69).

كان النبي صلی الله علیه و آله يأتي قبور الشهداء عند رأس الحول فيقول: السلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار و
وكان ابو بكر و عمر وعثمان يفعلُون ذلك

“Dari Suhail bin Abi Shalih at-Taimi bahwa Nabi Saw. mendatangi kuburan orang-orang yang mati syahid ketika awal tahun. Beliau Saw. bersabda: “Keselamatan semoga terlimpah atas kamu sekalian, karena kesabaranmu dan sebaik-baiknya tempat kembali ke surga.” Shahabat Abu Bakar, Umar dan Utsman juga melakukan hal yang sama seperti Nabi Saw.” (HR. Abdurrazzaq dalam Mushannaf juz 3 halaman 537 dan al-Waqidi dalam al-Maghazi).

Hadits di atas menerangkan kebolehan melakukan amaliah pada waktu tertentu, sedangkan hadits yang dijadikan landasan oleh Mahrus untuk melarang ziarah kubur dalam waktu tertentu terlihat kurang tepat. Dalam konteks ini Ali bin Abi Thalib Kw. mengatakan:

منالسّنّة زيارة جبانة المسلمين يوم العيد وليلته

“Diantara sunnah Nabi Saw. adalah berziarah ke kuburan kaum muslimin di siang hari raya dan malamnya.” (HR. al-Baihaqi dalam Sunan al-Kubra).

m. Amalan-amalan dalam Ziarah Kubur

Amalan-amalan yang telah dilakukan saat ziarah kubur secara yang umum yaitu membaca al-Quran, tahlil, sholawat dan berdoa.

Ketika berziarah seseorang dianjurkan membaca al-Quran atau lainnya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw.:

عَنْ مُعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: اِقْرَؤُوْ عَلَى مَوْتَاكُمْ “يس” (رواه ابو داود، ٢٧١٤)

Dari Ma’qil bin Yasar Ra. berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Bacakanlah surat Yasin pada orang-orang yang meninggal di antara kamu.” (HR. Abu Dawud no. 2714).

Berdoa di kuburan pun adalah sunnah Rasulullah Saw. Beliau Saw. bersalam dan berdoa di Pekuburan Baqi’ dan berkali-kali dilakukannya. Demikian diriwayatkan dalam Shahihain Bukhari dan Muslim, dan beliau Saw. bersabda: “Dulu aku pernah melarang kalian menziarahi kuburan, maka sekarang ziarahlah.” (Shahih Muslim hadits no. 977 dan 1977).

Dan Rasulullah Saw. memerintahkan kita untuk mengucapkan salam untuk ahli kubur dengan ucapan: “Assalaamu’alaikum Ahliddiyaar minalmu’minin walmuslimin, wa innaa insya Allah lalaahiquun, as’alullah lanaa wa lakumul’aafiah” (Salam sejahtera atas kalian wahai penduduk dari mukminin dan muslimin, semoga kasih sayang Allah atas yang terdahulu dan yang akan datang, dan sungguh kami insya Allah akan menyusul kalian). (Shahih Muslim hadits no. 974, 975, 976).

Hadits ini menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. bersalam pada Ahli Kubur dan mengajak mereka berbincang-bincang dengan ucapan: “Sungguh kami insya Allah akan menyusul kalian.”

Berziarah ke makam para wali dan orang-orang shaleh telah menjadi tradisi para ulama salaf. Diantaranya adalah Imam asy-Syafi’I Ra. jika ada hajat, setiap hari beliau berziarah ke makam Imam Abu Hanifah. Seperti pengakuan beliau dalam riwayat yang shahih:

Dari Ali bin Maimun berkata: “Aku mendengar Imam asy-Syafi’i berkata: “Aku selalu bertabaruk dengan Abu Hanifah dan berziarah mendatangi makamnya setiap hari. Apabila aku memiliki hajat, maka aku shalat dua rakaat, lalu mendatangi makam beliau dan aku mohon hajat itu kepada Allah Swt. Di sisi makamnya, sehingga tidak lama kemudian hajatku terkabul.” (Tarikh Baghdad juz 1 halaman 123).

Dan mengenai berdoa di kuburan sungguh hal ini adalah perbuatan sahabat Ra. sebagaimana riwayat di atas bahwa Ibn Umar Ra. berdoa di makam Rasul Saw., dan memang seluruh permukaan bumi adalah milik Allah Swt., boleh berdoa kepada Allah di manapun, bahkan di toilet sekalipun boleh berdoa. Lalu di manakah dalilnya yang mengharamkan doa di kuburan? Sungguh yang mengharamkan doa di kuburan adalah orang yang dangkal pemahamannya, karena doa boleh saja di seluruh muka bumi ini tanpa kecuali.

n. Bertawassul dan Bertabarruk saat Ziarah Kubur

Satu pertanyaan mencuat: “Bagaimanakah bertawassul dan bertabarruk ketika ziarah kubur yang dicontohkan oleh Rasulullah Saw.?”

Tentulah Rasulullah Saw. tidak memerlukan wasilah (perantara) dengan maqom keutamaan muslim yang lain karena beliau adalah manusia yang paling utama, maqom paling utama di sisi Allah Azza wa Jalla.

Para Sahabat mencontohkan doa bertawassul dan bertabarruk ketika berziarah ke kuburan paman Nabi Saw. seperti berikut ini:

اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا

“Ya Allah, kami dahulu pernah meminta hujan kepadaMu dengan perantaraan Nabi kami kemudian Engkau menurunkan hujan kepada kami. Maka sekarang kami memohon kepadaMu dengan perantaraan paman Nabi kami, maka turunkanlah hujan untuk kami.” (HR. Bukhari no. 3434)

Atau sebagaimana yang disampaikan Ibnu Katsir dalam kitab Tarikhnya juz 7 halaman 105: “Berkata al-Hafidz Abubakar al-Baihaqi, telah menceritakan Abu Nashr bin Qatadah dan Abubakar al-Farisi, mereka berdua berkata: “Telah menceritakan kepada kami Abu Umar bin Mathor, telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Ali adz-Dzahli, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah dari ‘Amasy dari Abi Shalih dari Malik ad-Dar, ia berkata:

“Orang-orang mengalami kemarau panjang saat pemerintahan Umar. Kemudian seorang laki-laki datang ke makam Nabi Saw. dan berkata: “Ya Rasulullah Saw. mintakanlah hujan untuk umatmu karena mereka telah binasa.”

Kemudian orang tersebut mimpi bertemu Rasulullah Saw. dan dikatakan kepadanya: “Datanglah kepada Umar dan ucapkan salam untuknya beritahukan kepadanya, mereka semua akan diturunkan hujan. Katakanlah kepadanya, bersikaplah bijaksana, bersikaplah bijaksana.”

Maka laki-laki tersebut menemui Umar dan menceritakan kepadanya akan hal itu. Kemudian Umar berkata: “Ya Tuhanku aku tidak melalaikan urusan umat ini kecuali apa yang aku tidak mampu melakukannya.” (Ibnu Katsir menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Malik ad-Daar adalah seorang bendahara gudang makanan pada pemerintahan Umar Ra. Ia adalah tsiqah).

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari juz 2 pada kitab al-Jum’ah bab Sualunnas al-Imam idza Qohathu: “Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih dari riwayat Abu Shalih as-Saman dari Malik ad-Daar seorang bendahara Umar. Ia berkata: “Orang-orang mengalami kemarau panjang saat pemerintahan Umar. Kemudian seorang laki-laki datang ke makam Nabi Saw. dan berkata: “Ya Rasulullah Saw. mintakanlah hujan untuk umatmu karena mereka telah binasa datanglah kepada Umar dst.” Dan laki-laki itu adalah Bilal bin Haris al-Muzani.”

Begitupula dalam Tafsir Ibnu Katsir pada QS. an-Nisa’ ayat 64 dijelaskan: “Al-Atabi Ra. menceritakan bahwa ketika ia sedang duduk di dekat kubur Nabi Saw., datanglah seorang Arab Badui, lalu ia mengucapkan: “Assalamu’alaika ya Rasulullah. Aku telah mendengar Allah ta’ala berfirman: “Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka menjumpai Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. an-Nisa’ ayat 64). Sekarang aku datang kepadamu, memohon ampun bagi dosa-dosaku (kepada Allah) dan meminta syafaat kepadamu (agar engkau memohonkan ampunan bagiku) kepada Tuhanku.” Kemudian lelaki Badui tersebut mengucapkan syair berikut:

“Hai sebaik-baik orang yang dikebumikan di lembah ini lagi paling agung, maka menjadi harumlah dari pancaran keharumannya semua lembah dan pegunungan ini. Diriku sebagai tebusan kubur yang engkau menjadi penghuninya; di dalamnya terdapat kehormatan, kedermawanan, dan kemuliaan.”

Kemudian lelaki Badui itu pergi, dan dengan serta-merta mataku terasa mengantuk sekali hingga tertidur. Dalam tidurku itu aku bermimpi bersua dengan Nabi Saw., lalu beliau Saw. bersabda: “Hai Atabi, susullah orang Badui itu dan sampaikanlah berita gembira kepadanya bahwa Allah telah memberikan ampunan kepadanya.”

o. Taubatnya Pengikut Wahabi yang Kini Rajin Ziarah ke Makam Wali

Cerita ini adalah berdasarkan kisah nyata tentang taubatnya pengikut Wahabi menjadi pengikut Ahlussunnah wal Jama’ah yang cinta ziarah.

Hari itu, Rabu 1 Mei 2013, saya mendatangi Makam Habib Ahmad bin Alwi al-Haddad atau yang lebih dikenal sebagai Habib Kuncung saat Dzuhur. Setelah selesai shalat dhuhur berjamaah saya bergegas ke lokasi makam. Ternyata saya sendirian di dalam area makam. Kemudian satu persatu para peziarah mulai berdatangan hingga sekitar 15 orang. Diantara mereka ada seorang sales, habaib, kyai serta orang kantoran.

Setelah berziarah saya pulang dan langsung menuju Jalan Rawa Jati karena ada janji dengan teman untuk berziarah bersama ke Luar Batang, yaitu di makam Habib Husein bin Abubakar Alaydrus. Saya menunggu di halte pinggir jalan.

Setelah melihat di sekeliling, ternyata di belakang saya ada dua orang berpakaian rapi yang saya lihat saat ziarah di makam Habib Kuncung tadi. Saya pun menyapanya dan berkenalan dengannya. Salah satunya memperkenalkan diri bahwa namanya Deni. Lalu saya saling bertukar nomor handphone.

Sambil menunggu teman yang belum datang, saya lalu bercerita kesana kemari. Dia menceritakan bahwa dulu sangat berbeda dengan sekarang. Dia sangat tidak mempercayai kekeramatan aulia, apalagi tahlil, tawassul, maulid, ziarah kubur dan lain sebagainya. Intinya adalah dia dulunya Wahabi tulen.

Dia kemudian bercerita mengapa sampai berubah 180 derajat sekarang. Diceritakannya bahwa pada suatu hari dia makan siang di daerah Pluit, dekat dengan masjid Luar Batang. Rasa penasaranya membuat dia ingin tahu masjid keramat tersebut yang katanya terdapat makam waliyullah. Dia lalu berencana untuk melihatnya keesokan harinya.

Pada malam sebelum dia mengunjungi masjid Luar Batang tersebut, dia bermimpi bertemu dengan seseorang berpakaian jubah putih. Kemudian Deni berdialog dengan sosok orang tersebut.

Deni: “Kamu siapa?”

Pria berjubah: “Ah besok juga ente kenal ama ana.”

Deni: “Bapak dari mana?”

Pria berjubah: “Besok juga kita bakalan ketemu di rumah saya.”

Dia lalu terbangun, heran dan bertanya-tanya dalam hati.

Keesokan harinya dia berangkat ke Luar Batang. Dia tidak ada niatan untuk ikut tahlil ataupun ziarah kubur. Akan tetapi hanya penasaran ingin melihat masjid tersebut. Namun seakan hatinya ada yang menuntun bergerak untuk masuk area makam Habib Husein bin Abubakar Alaydrus. Berhubung dia tidak bisa bagaimana caranya ziarah, maka dia hanya duduk lalu membaca surat al-Fatihah kemudian langsung bergegas pulang.

Tibalah malam setelah ziarah, disaat tertidur dia bermimpi bertemu pria berjubah seperti yang kemarin lagi. Kemudian terjadi dialog:

Pria berjubah: “Nah kamu sudah tahu siapa saya kan?”

Deni: “Saya tidak tahu bapak itu siapa, dan saya juga tidak kenal denganmu.”

Pria berjubah: “Bukankah siang tadi kamu telah datang ke masjidku dan menziarahi makamku?”

Deni: “Kan bapak sudah dimakamkan, berarti sudah mati.”

Pria berjubah: “Janganlah kamu kira kami ini mati. Kami masih hidup. Bila kamu sering berziarah kepada kami, kami pun akan sering berziarah kepada kalian.

Deni terbangun, dia masih terus memikirkan peristiwa mimpi tersebut. Dan tak lama setelah itu, akhirnya dia meninggalkan manhaj salaf palsu alias wahabi yang telah dianut berpuluh-puluh tahun lamanya. Dia telah kembali ke jalan para salaf, mengikuti Ahlussunnah wal Jama’ah yang suka berziarah, tawassul, tabarruk, maulid dan amalan-amalan lainnya. Kini dalam seminggu dia bisa sampai 3-4 kali berziarah, seperti ke makam Habib Kuncung.

Saat menceritakan kisah ini matanya berkaca-kaca dan meneteskan air matanya karena menyesal kenapa dulu mengikuti ajaran manhaj salaf palsu alias Wahabi. (Diceritakan oleh Habib Musthofa Al-Jufri)