BAHAYA MEREMEHKAN DOSA
Allah Subhanahu
wa Ta’ala memberikan tiga kesempatan kepada kita untuk bertaubat:
Pertama, sebelum
dicatat dosa itu oleh malaikat, berdasarkan hadis berikut:
اِنَّ
صَاحِبِ الشَّمَالِ لَيَرْفَعُ الْقَلَمَ سِتَّ سَاعَاتٍ عَنِ الْعَبْدِ
الْمُسْلِمِ الْمُخْطِئِ فَإِنْ نَدِمَ وَاسْتَغْفَرَ اللهَ مِنْهَا اَلْقَاهَا
وَاِلاَّ كُتِبَتْ وَاحِدَةً
“Sesungguhnya
malaikat yang berada di sebelah kiri mengangkat pena (tidak mencatat) selama
enam jam[1] ketika
seorang hamba muslim melakukan dosa. Jika ia menyesali perbuatannya dan
meminta ampunan Allah, maka dilepaslah pena itu, namun jika tidak demikian,
maka akan dicatat satu dosa.” (HR. Thabrani dalam al-Kabir dan Baihaqi
dalam Syu’abul Iman, dihasankan oleh al-Albani dalam Silsilah
ash-Shahiihah (1209)).
Kedua, Setelah
dicatat dan,
Ketiga, Sebelum
ajal tiba.
Namun sangat
disayangkan, banyak orang yang tidak mengenal siapa Allah dan tidak mengetahui
keagungan-Nya sehingga membuat mereka berani mendurhakai-Nya dengan melakukan
dosa-dosa di malam dan siang hari.
Ada di
antara mereka yang menganggap remeh suatu dosa, misalnya mengatakan,
“Memangnya, apa bahaya memandang wanita?” atau “Memangnya, apa bahaya dari
berjabat tangan dengan lawan jenis?”, akhirnya mereka berani memandang wanita
yang terbuka aurat baik di koran, majalah, televisi dan lain-lain.
Sampai-sampai di antara mereka ketika mengetahui haramnya suatu perbuatan,
bertanya, “Apakah dosa ini besar atau kecil?”
Anas bin
Malik radhiallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya kalian mengerjakan
perbuatan yang kalian kira lebih ringan dari sehelai rambut, padahal kami di
masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganggapnya termasuk perbuatan
yang dapat membinasakan.” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
Ibnu Mas’ud radhiallahu
‘anhu berkata, “Sesungguhnya seorang mukmin memandang dosa-dosanya
seakan-akan ia sedang duduk di bawah sebuah bukit, ia takut kalau bukit itu
roboh menimpanya. Sedangkan orang yang fasik memandang dosa-dosanya seakan-akan
ada lalat yang menempel di hidungnya, lalu ia berbuat seperti ini –yakni dengan
tangannya- ia menyingkirkan lalat itu.” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
Ahli ilmu
menjelaskan bahwa dosa yang kecil apabila dilakukan tanpa ada rasa malu, tidak
peduli sama sekali dan hilangnya rasa takut kepada Allah disertai sikap
meremehkan bisa menjadikannya dosa besar.
Oleh karena
itu,
لاَ
صَغِيْرَةَ مَعَ الْاِسْتِمْرَارَ وَلاَ كَبِيْرَةَ مَعَ الْاِسْتِغْفَارِ
“Tidak ada
dosa kecil apabila dilakukan terus-menerus,
Dan tidak
ada dosa besar apabila diiringi dengan istighfar.”
Menganggap
remeh suatu dosa adalah penyakit berbahaya, kepada orang yang terserang
penyakit ini, kita katakan, “Kamu jangan melihat kecilnya dosa yang kamu
kerjakan, tetapi lihatlah kepada siapa kamu bermaksiat.”
Syarat
Taubat dan Penyempurnanya
Taubat
adalah kata-kata mulia yang isinya dalam, tidak seperti yang disangka oleh
banyak orang yaitu hanya ucapan di lisan namun perbuatannya masih tetap di atas
dosa. Perhatikanlah ayat berikut ini:
وَأَنِ
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ
Dan
hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (QS.
Huud: 3)
Kita dapat
mengetahui bahwa taubat adalah sesuatu yang lebih setelah istighfar.
Karena
masalah taubat adalah masalah yang sangat penting, para ulama menyebutkan
syarat-syarat taubat yang mereka ambil dari Alquran dan sunah. Berikut ini
syaratnya:
- Segera
meninggalkan perbuatan dosa itu.
- Menyesalinya.
- Berniat
keras untuk tidak mengulangi.
Dan apabila
ada hak orang lain yang kita ambil/zhalimi maka ditambah dengan yang keempatnya
yaitu mengembalikan hak mereka atau meminta dihalalkan berdasarkan hadis
berikut:
مَنْ كَانَتْ
لَهُ مَظْلَمَةٌ لأَحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَىْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ
الْيَوْمَ ، قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ ، إِنْ كَانَ لَهُ
عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ
حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ » .
“Barang
siapa yang pernah menzalimi seseorang baik kehormatannya ataupun yang lainnya,
maka mintalah untuk dihalalkan pada hari ini sebelum datang hari yang ketika
itu tidak ada dinar dan dirham. Jika ia memiliki amal saleh, maka diambillah
amal salehnya sesuai kezhaliman yang dilakukannya, namun jika tidak ada amal
salehnya, maka kejahatan orang itu akan dipikulkan kepadanya.” (HR.
Bukhari)
Sebagian
ahli ilmu menyebutkan syarat lain taubat nashuha (yang sesungguhnya)
yang merupakan penyempurnanya sbb:
Pertama,
meninggalkan dosa tersebut karena Allah.
Yakni ia
meninggalkan dosa tersebut bukan karena tidak mampu mengerjakannya, bukan juga
karena takut dibicarakan oleh manusia. Sehingga tidaklah dinamakan taubat jika
seseorang meninggalkan dosa karena khawatir namanya menjadi buruk di
masyarakat. Dan tidaklah dinamakan taubat kalau ia meninggalkan dosa karena
khawatir sakit seperti orang yang meninggalkan zina karena khawatir terserang
penyakit Aids.
Kedua, merasakan
buruknya perbuatan dosa.
Yakni taubat
yang sesungguhnya tidak mungkin membuat seseorang senang ketika mengingat
dosa-dosanya yang telah lalu atau merasakan nikmat perbuatan dosa, atau bahkan ada keinginan untuk
mengulanginya.
Ketiga, bersegera
dalam bertaubat.
Oleh karena
itu, apabila seseorang menunda-nunda taubat berarti taubatnya menunjukkan
kurang sunguh-sungguh.
Keempat, merasa
khawatir taubatnya belum diterima.
Yakni
seseorang yang bertaubat tidak boleh memastikan bahwa taubatnya sudah diterima
sehingga dirinya santai merasa aman dari makar Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kelima, adanya
upaya untuk menutupi kekurangan dalam memenuhi hak Allah ketika mampu. Misalnya
mengeluarkan zakat yang ditahannya di tahun yang lalu, di samping karena adanya
hak orang fakir di hartanya itu.
Keenam,
meninggalkan tempat maksiat dan kawan-kawannya yang mendorongnya berbuat
maksiat.
Hendaknya
seseorang yang bertaubat mengingat firman Allah Subhanahu wa Ta’ala ini”
اْلأَخِلآءُ
يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ
Teman-teman
akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali
orang-orang yang bertakwa. (QS. Az Zukhruf: 67)
Kawan-kawan
jahatnya kelak akan saling melaknat satu sama lain. Oleh karena itu, hendaknya
ia meninggalkan kawannya itu jika ia merasakan kesulitan mendakwahinya, dan
jangan sampai memberikan kesempatan kepada setan menyeret dirinya dengan ikut
duduk bersama mereka, karena ada saja orang yang kembali lagi berbuat maksiat
ketika tetap bergaul dengan kawan-kawannya yang jahat.
Dalam sebuah
hadis shahih disebutkan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
كَانَ
فِيمَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ رَجُلٌ قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَسَأَلَ
عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرْضِ فَدُلَّ عَلَى رَاهِبٍ فَأَتَاهُ فَقَالَ إِنَّهُ
قَتَلَ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ نَفْسًا فَهَلْ لَهُ مِنَ تَوْبَةٍ فَقَالَ لاَ .
فَقَتَلَهُ فَكَمَّلَ بِهِ مِائَةً ثُمَّ سَأَلَ عَنْ أَعْلَمِ أَهْلِ الأَرْضِ
فَدُلَّ عَلَى رَجُلٍ عَالِمٍ فَقَالَ إِنَّهُ قَتَلَ مِائَةَ نَفْسٍ فَهَلْ لَهُ
مِنْ تَوْبَةٍ فَقَالَ نَعَمْ وَمَنْ يَحُولُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ التَّوْبَةِ
انْطَلِقْ إِلَى أَرْضِ كَذَا وَكَذَا فَإِنَّ بِهَا أُنَاسًا يَعْبُدُونَ اللَّهَ
فَاعْبُدِ اللَّهَ مَعَهُمْ وَلاَ تَرْجِعْ إِلَى أَرْضِكَ فَإِنَّهَا أَرْضُ
سَوْءٍ . فَانْطَلَقَ حَتَّى إِذَا نَصَفَ الطَّرِيقَ أَتَاهُ الْمَوْتُ
فَاخْتَصَمَتْ فِيهِ مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ وَمَلاَئِكَةُ الْعَذَابِ فَقَالَتْ
مَلاَئِكَةُ الرَّحْمَةِ جَاءَ تَائِبًا مُقْبِلاً بِقَلْبِهِ إِلَى اللَّهِ .
وَقَالَتْ مَلاَئِكَةُ الْعَذَابِ إِنَّهُ لَمْ يَعْمَلْ خَيْرًا قَطُّ . فَأَتَاهُمْ
مَلَكٌ فِى صُورَةِ آدَمِىٍّ فَجَعَلُوهُ بَيْنَهُمْ فَقَالَ قِيسُوا مَا بَيْنَ
الأَرْضَيْنِ فَإِلَى أَيَّتِهِمَا كَانَ أَدْنَى فَهُوَ لَهُ . فَقَاسُوهُ
فَوَجَدُوهُ أَدْنَى إِلَى الأَرْضِ الَّتِى أَرَادَ فَقَبَضَتْهُ مَلاَئِكَةُ
الرَّحْمَةِ » .
“Dahulu, di
zaman sebelum kamu ada seseorang yang telah membunuh sembilan puluh sembilan
orang. Dia pun bertanya kepada orang-orang siapa yang paling mengerti agama,
lalu diberitahukanlah kepadanya seorang rahib (ahli ibadah), maka didatanginya
ahli ibadah itu dan diberitahukannya bahwa dia telah membunuh sembilan puluh
sembilan orang, apakah masih bisa bertaubat? Ahli ibadah itu menjawab, “Tidak
bisa.” Maka dibunuhnya ahli ibadah itu sehingga genap seratus orang yang telah
dibunuhnya.
Namun dia
(masih ingin bertaubat) dan bertanya siapakah orang yang mengerti agama, maka
ditunjukkanlah kepadanya seorang yang alim (mengerti agama), ia memberitahukan
kepadanya bahwa dirinya telah membunuh seratus orang, “Apakah masih bisa
bertaubat?” Orang alim itu menjawab, “Ya, siapakah yang dapat menghalangi
seseorang untuk bertaubat.
Pergilah
kamu ke kampung ini atau itu, karena di sana ada orang-orang yang beribadah
kepada Allah. Beribadahlah kamu kepada Allah bersama mereka, dan jangan kembali
lagi ke kampungmu, karena kampungmu adalah kampung yang buruk.”
Orang ini
pun pergi, dan di tengah perjalanan tiba-tiba maut datang, sehingga malaikat
rahmat dan malaikat adzab berselisih (siapa di antara keduanya yang mencabut
nyawanya).
Malaikat
rahmat berkata, “Bukankah ia datang untuk bertaubat seraya menghadapkan hatinya
kepada Allah?” Sedangkan malaikat adzab berkata, “Tetapi dia belum sempat
berbuat baik.” Maka datanglah kepada mereka seorang malaikat dalam bentuk
manusia, dan dijadikanlah ia sebagai hakim di antara mereka berdua, ia berkata,
“Ukur saja jarak antara kedua kampung, apabila lebih dekat ke kampung yang
satu, maka yang mencabut adalah malaikat ini.” Kedua malaikat itu pun
mengukur, ternyata lebih dekat ke kampung yang hendak ditujunya, maka
dicabutlah nyawanya oleh malaikat rahmat.” (HR. Muslim)
Ketujuh,
menghilangkan benda-benda haram agar tidak bisa kembali lagi berbuat maksiat.
Benda-benda
haram itu misalnya minuman keras, alat musik, gambar porno, buku-buku yang
mengisahkan kisah-kisah porno, patung dsb.
Kedelapan, mencari
kawan yang membantunya menjalankan ketaatan atau membantunya tetap istiqamah.
Termasuk
dalam hal ini adalah menghadiri majlis-majlis ilmu dan memanfaatkan waktu
sebaik mungkin, jangan sampai memberikan kesempatan kepada setan untuk
mengenang masa-masa lalunya.
Kesembilan,
memperhatikan badannya.
Yakni jika
sebelumnya badannya tumbuh dari yang haram dan untuk perbuatan yang haram, ia
bersihkan dengan makanan yang halal dan menggunakannya untuk ketaatan kepada
Allah.
Kesepuluh, taubat tersebut dilakukan sebelum kiamat
kecil yaitu ketika nyawa di tenggorokan dan sebelum tibanya tanda kiamat besar
yaitu matahari terbit dari barat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar