Jumat, 21 Juni 2013

imam asy-syafi'i

IMAM ASY-SYAFI’I

a. Akhir Rajab Menjadi Saksi Kepergian sang Maestro Islam yang Yatim

“Imam yang satu ini laksana matahari bagi dunia dan bak kesehatan bagi raga. Adakah anda temukan pengganti bagi keduanya?”

Itulah kata bijak yang diungkapkan Imam Ahmad bin Hanbal untuk menggambarkan pribadi Imam Syafi’i. Imam Syafi’i adalah imam dalam keutamaan ilmu dan agama. Umat Islam telah banyak mengambil dari ilmu dan ijtihadnya sejak lebih dari dua belas abad lalu.

Para imam di zamannya begitu mengenalnya. Tak pernah mereka temukan seorang alim yang sepadan dengannya, hingga dikatakan bahwa beliaulah orang paling berjasa pada perkembangan Islam. Para ahli hadits, mengakui keutamaan Imam Syafi’i atas mereka, hingga beliau digelari Nashir as-Sunnah (penolong/pembela sunnah).

Imam Ahmad berkata: “Kalaulah bukan Imam Syafi’i, kita tentu tak tahu fiqh al-hadits. Pintu fiqh tertutup hingga Allah membukanya melalui Imam Syafi’i.”

Tak terhitung keutamaan sang imam. Sifat leluhur menghiasi perilaku beliau. Hidupnya yang pendek penuh dengan kisah-kisah yang mempesona. Para ulama, dahulu dan sekarang, telah menulis berpuluh-puluh buku tentang kisah-kisah hidup imam yang agung ini.

Beliau adalah Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin as-Saib bin Ubaid bin Abdul Yazid bin Hasyim bin al-Muthalib bin Abdu Manaf kakek dari kakek Nabi Muhammad Saw.

Imam Syafi’i lahir pada hari Jum’at, hari terakhir bulan Rajab tahun 150 H. Dan pada tahun yang sama Imam Abu Hanifah meninggal dunia. Para ahli sejarah berselisih pendapat tentang tempat lahirnya apakah di kota Gaza, Asqalan, Yaman atau di Mina. Tapi pendapat yang kuat adalah di desa Gaza pada sebuah kota bernama Asqolan.

Imam Syafi’i mengenang awal pertama kali belajar kepada seorang guru, seraya ia berkata: “Aku seorang yatim dalam pengakuan ibuku. Ia tidak mempunyai uang untuk memberikan kepada seorang guru, pada akhirnya guru tersebut ridha kepadaku.” Begitulah kerelaan sang guru. Tampaknya ia memberi dispensasi tersebut karena melihat kecerdasan dan kemampuan menghafal Imam Syafi’i.

Pada kali pertama beliau belajar kepada Imam Malik, beliau telah mampu menghafal kitab al-Muwaththa’ (karangan Imam Malik). Beliau berkata: “Aku telah menghafal al-Quran pada usia tujuh tahun dan hafal kitab al-Muwaththa’ pada usia sepuluh tahun.”

Ibn Zulaq berkata: “Imam Syafi’i mengarang 200 kitab.” Al-Qadhi Imam Maruzi berkata: “Bahwa Imam Syafi’i mengarang 113 kitab dalam bidang fiqh, sastra dan lain-lainnya.”

Sungguh menakjubkan kemampuan beliau dalam mengarang disertai dengan ketelitian, kematangan dan ketetapan karangan, sampai-sampai beliau seringkali merampungkan sebuah kitab dalam setengah hari. Al-Hakim berkata: “Imam Syafi’i duduk bersandar di sebuah tiang masjid. Kemudian menggelar tikarnya dan duduk di atasnya sambil membungkukkan badannya ke depan karena sakit kemudian memulai mengarang, dia mengarang kiab-kitab ini selama 4 tahun.”

Kadang-kadang beliau menuju ke peraduannya untuk tidur, tiba-tiba terbentik di benaknya suatu makna hadits maka beliau segera beranjak menuju ke tempat buku, dan menyalakan lampu kemudian mulai menuliskannya.

Kitab al-Umm yang diriwayatkan oleh ar-Rabi ibn Sulaiman al-Muradi yang merupakan riwayat yang paling akurat dan shahih. Harmalah meriwayatkan kitab besar dengan judul as-Sunan, sedangkan al-Muzani meriwayatkan kitab al-Mabsuth.

Karangan beliau sebagian dalam bidang ushul, seperti ar-Risalah, Ikhtilaf al-Hadits dan lainnya. Sebagian yang lain dalam bidang fiqh seperti ash-Shalawat dan sebagian lagi dikarang untuk menolak dan membantah penentangnya seperti ar-Radd ‘ala Muhammad ibn al-Hasan dan lain-lain. Sebagian kitabnya yang tidak ada hubungan dalam ushul seperti Fadhail al-Quraisy dan lainnya.

Imam agung Muhammad bin Idris asy-Syafi’i berpulang ke rahmatullah pada malam Jum’at, hari terakhir dari bulan Rajab tahun 204 H dalam usia 54 tahun, menurut riwayat lain 58 tahun. Beliau dikuburkan di pekuburan Bani Zahrah atau dikenal dengan Turbah ibn Abdul Hakim.

b. Kata-kata Mutiara Imam asy-Syafi’i

Janganlah gundah dengan segala derita # Karena cobaan dunia hanya sementara.

Tangguhkan jiwa atas segala nestapa # Hiasi diri dengan maaf dan sikap setia.

Semua aib akan dapat tertutup dengan kelapangan dada # Layaknya kedermawanan menutupi cela manusia.

Tak ada kesedihan yang abadi, begitupun suka ria # Dan tak ada pula cobaan yang kekal, begitupun riang gembira.

Di depan musuh, janganlah engkau bersikap lemah # Karena hinaan dari seteru adalah bencana.

Rizkimu takkan berkurang karena ditunda # Dan takkan bertambah karena lelah mencarinya.

Bila engkau punya hati qona’ah bersahaja # Tak ada bedanya engkau dengan pemilik dunia.

Bila kematian sudah datang waktunya # Tak ada lagi langit dan bumi yang bisa membela.

Dan jangan pernah berharap dari kikir durjana # Karena api takkan menyediakan air untuk si haus dahaga.

Ingatlah, dunia Allah sangat luas tak terhingga # Tapi bila takdir tiba, angkasa pun sempit terasa.

Maka biarkanlah hari berlalu setiap masanya # Karena kematian tak ada obat penawarnya.

Biarkan hari berlalu dengan segala lakunya # Lapangkan dada atas segala takdirNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar